Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air Mata Perpisahan

9 September 2022   20:57 Diperbarui: 9 September 2022   21:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terlihat ada yang tersenyum, menyeringai, tertawa yang memamerkan gigi ginsulnya. Bahkan tampak matanya berbinar ketika melihat lukisan wajah dua bocah sedang beradu kepala sambil terbahak. Ia melihat begitu sempurna karya ini.

Sudah 12 lukisan yang ia sasar. Di lukisan ke 13 ia berhenti. Lukisan ini ada di pojok gedung sejajar dengan arah lorong lain, namun agak berbelok ke kanan sedikit. Ia taklagi terlihat oleh panitia dari mejanya.

Ia lihat wajah seorang gadis cantik dengan dua bola mata indah, rambut pirang ikal tergerai sebahu, hidung bangir khas turunan anak negerinya. Juga sehelai sapu tangan yang digenggamnya.

Namun tidak seperti lukisan yang lain. Lukisan wanita cantik ini tampak murung. Atau sedih, kecewa, marah. Itu yang ada dalam benak Kimy.

Ia teliti satu persatu. Pakaian yang dikenakan seperti kaum bangsawan dulu. Kalung yang menjuntai di lehernya menandakan kaum aristokrat. Tidak semua orang bisa memiliki apa yang dipakai wanita di atas kanvas itu.

Di pergelangan tangannya juga demikian. Rantai gelang juga tampak seperti dibuat di zaman pertengahan.

Ia kembali berpikir, pelukisnya benar-benar memahami secara antropologis dan sosiologis kehidupan masyarakat di zaman itu. Taksalah lukisan ini menceritakan kondisi kehidupan bangsawan di kotanya.

Mata Kimy beradu pandang juga akhirnya dengan mata yang ada di lukisan wajah gadis bangsawan, yang Kimy tafsirkan. Entah bagaimana, keduanya seperti berbicara lewat mata. Kimy tidak bisa lagi mengelak.

Satu detik hingga mungkin 20 detik membuat Kimy bertanya-tanya apa yang barusan terjadi ini.Ia hendak menjauh, namun seorang perempuan muda tiba-tiba mengampiri, dan menjelaskan perihal lukisan yang barusan dilihatnya itu.

"Ia tersiksa jiwanya. Bukan raganya. Bukan pula ia dikhianati atau dizalimi. Ia sebenarnya hendak lari dari kehidupan di lingkungannya yang seperti penjara. Tidak ada lagi kebebasan sebagaimana yang ia inginkan. Makanya dia tampak murung, dan kecewa."

 Tanpa menoleh pada perempuan ini, Kimy menganggukkan kepala seraya bertanya, "apakah wanita ini nyata di kehidupannya itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun