Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keranjang Kue Peninggalan Ibu

11 Agustus 2022   08:40 Diperbarui: 11 Agustus 2022   08:42 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku baru tahu dan mengerti. Matahari itu panasnya bisa membakar, dan menghangatkan kala menyinari.  Senja yang jingga di ufuk sana juga terasa sejuk dan tenang saat menyambut malam. Malam karenanya hening, dan  terang oleh kerlip bintang dan sinar rembulan.

Fenomena itu mampu membuatku, dan siapapun akan lelap dalam tidurnya, serta bisa datang tak terduga mimpi yang terbilang indah.

Karunia semacam itu sebagai tanda dan isyarat buatku juga.  Tiap orang hatinya selalu dihiasi oleh perasaan yang berbeda. Kadang marah, murung, mager, dan kecewa. Juga iri dan cemburu. Kadang senang dan sedih berkepanjangan.

Semua jadi serba kadang-kadang. Kata orang, suasana hati manusia bisa naik turun. Tergantung respon apa yang diterima oleh pikiran dan hati. Dari apa yang datang dari luar  itu untuk  bisa, baik hati maupun pikiran, menerimanya, yang tentu atas perintah otak.

Dan, otakku baik kanan maupun kiri sangat seimbang. Aku dinilai orang cerdas, dan pandai secara akademik, juga bermusik. Aku bisa memainkan gitar, dan bernyanyi. Tapi sayang suaraku tak seindah Nay kala mendendangkan lagu.

***

Aku dan Nay sudah tinggal satu atap beberapa lama ini. Sejak Nay menjadi yatim piatu, aku terutama meminta, dan memaksa pada bunda untuk bersamanya.

Mulanya ditolak mentah-mentah oleh bunda. Karena memalukan keluarga besarnya. Tapi aku dulu belum mengerti, kenapa bisa jadi memalukan?Justru sekarang akhirnya menjadi terang.

Nay, entah bagaimana ceritanya mau untuk menetap di kediaman tanteku. Kata tante padaku sekali waktu, tanpa sepengetahuanku ia telah mendatangi paman, adik dari almarhum ayahnya, meminta agar Nay bisa menemani tante yang masih sendiri itu.

Ia meyakinkan keluarga besar Nay, dari pihak almarhumah ibu maupun ayahnya, untuk membiayai sekolah, serta merawatnya tanpa pamrih. Dan, mendengar pertama kali akhirnya hal itu, aku menjadi semangat berkali lipat.

"Tante itu melihat persahabatan kalian tulus. Keponakan tante yang hitam manis ini kalau bersama Nay selalu terlihat riang. Jadi tante tak mau melihat kalian pisah. Tetap sahabatan ya selamanya.. ."

Tante mengatakan itu, aku berlinang. Dengan sahabatku Nay yang seorang yatim piatu, ia begitu peduli. Tentu padaku tanpa pernah dikatakannya, jauh lebih peduli lagi. Dan, aku merasakan kebaikan tersebut.

Dari kelas sembilan, aku dan Nay sangat antusias belajar juga bermain. Nay tidak pernah murung lagi. Ia sangat rajin. Serba rajin malah.

Rajin bangun pagi, rajin belajar, rajin mengurus keperluannya sendiri, rajin membersihkan rumah. Dan, aku kena virus rajinnya Nay.

Prestasi di sekolah, Nay mulai kelihatan. Meski saat di kelas sembilan, aku yang nomor satu rangkingnya. Tapi aku dan Nay kemudian lulus sudah dari kelas sembilan ini.

Kami akhirnya bisa diterima di SMU, dan SMK negeri. Bukan sekolah unggulan atau favorit atau sekolah internasional.

Keinginan almarhum ayah Nay  telah ditunaikannya. Seperti yang dulu pernah diceritakannya. Nay di SMK ambil jurusan grafis. Sementara aku di SMU senang dengan biologi, fisika, matematika, maupun kimia. Kami selalu berlomba untuk juara di sekolah masing-masing.

Tidak cuma itu, kegiatan ekskul pun kami ikuti. Nay giat di paskibra. Aku di paduan suara. Tante senang dengan prestasi kami.

"Tetap disiplin ya."

Hanya itu yang diucapkan tanteku saat kami selalu disempatkan untuk makan malam satu meja bersama. Atau diajak rekreasi menemaninya.

Dan, adikku Je, selalu iri melihat kebersamaan kami kala menemuiku di kediaman tante. Tapi aku tertawa saja melihat tingkahnya, sebab Je tau aku sayang padanya. Juga tante.

***

Aku dan Nay ada di kamar yang sama namun cukup luas. Di kamar ada dua ranjang yang terpisah, dan dua meja belajar berdampingan. Serta satu lemari pakaian yang besar untuk kami berdua.

Kamar ini sejuk tentunya, Sebab air condition tinggal pencet saja untuk membuat nyaman suasana belajar, dan istirahat kami.

Drakor dan BTS, jangan ditanya. Kami menyukainya. Malah tante juga sering mengajak bersama untuk melihatnya di tv kabel, maupun langsung melihat konser online BTS yang berbayar tiketnya. Kami semua diam-diam sama-sama mengidolakan vokalisnya, Jungkook.

Dari itu semua, kadang aku heran dan bertanya-tanya, mengapa Nay belakangan selalu telat sampai rumah usai pulang sekolah. Aku selalu tiba jam dua siang.  Nay jam lima atau setengah enam sore tiap hari sekolah.

Kecuali untuk hari Senin, dan Kamis karena kursus bahasa inggris, aku biasa tiba di rumah jam lima sore. Sementara Nay tetap seperti itu jamnya. Tante tidak mengetahui hal ini.

Ketika aku tanyakan, Nay selalu bilang, jadwal kegiatan di sekolah padat. Itu di mulainya saat kami sudah di kelas 11.

***

Suatu hari, pada Senin jam setengah tiga, kelas kursus belum di mulai. Ini tidak biasa. Pasti miss Susan  telat datang. Aku berpikiran seperti itu.

Dan memang begitu, ketika kami ada di luar ruang kelas sembari latihan conversation bersama teman-teman, miss Susan setengah berlari menaiki tangga gedung kursus. Ia terlihat senang di wajahnya.

Ia juga membawa satu kotak kue yang ada ditangannya, dan segera diperlihatkan kepada kami. Ada sembilan kue di dalamnya, ada putu mayang, ada pastel, dan ada risol. Miss dari Australia ini mengaku pada kami, penjual itu menawarkan padanya dalam bahasa inggris ketika dirinya tiba di muka pagar gedung.

Ia bahkan berani berpromosi yang membuatnya penasaran. Sebab jika tidak enak rasanya, tidak usah bayar. Dan benar saja, cerita miss Susan, ketika dicicipi enak sekali. Tidak seperti yang pernah ia rasakan selama ini. Maka miss Susan  membelinya.

Karena itulah ia telat, dan  meminta maaf akhirnya. Tampaknya miss Susan sangat terkesan oleh penjual itu.

Lalu kami pun masuk ruang kelas, dan miss Susan sebentar menepi ke arah jendela kaca, dan menunjuk ke arah penjual yang masih ada di muka pagar gedung kursus.

"That's her and cute also!"Kata miss.

Demi melihat ekspresi miss Susan mengucapkan itu, aku penasaran juga. Dari atas terhalang kaca, aku melihat, dan memperhatikan penjual itu.

Ia anak perempuan sebayaku, dan masih sekolah. Ia mengenakan rok panjang abu-abu, dan berkerudung putih.

Tapi lama aku cermati, jaket yang dikenakannya itu sama dengan punyaku. Jaket oleh-oleh tante ketika berlibur dari Barcelona-Spanyol beberapa waktu lalu.

Sepatu itu?Itu juga sama dengan punyaku. Tas ransel yang ada di pundaknya demikian pula. Aku sangat mengenalinya.

Kecuali keranjang tempat kue-kuenya itu. Aku sama sekali tidak mengenali. Tapi itu pasti sahabatku. Tidak salah.

"Nay!"Kataku sontak memanggil yang mengejutkan miss Susan, dan kelas. Tentu Nay tidak mendengar, dan aku akhirnya mohon izin pada miss untuk menemui penjual itu, serta tidak ikut kelas untuk hari ini.

Aku kemudian berlari turuni tangga, dan mengejar Nay yang sudah melangkah pergi beberapa jarak. Dan, aku memanggilnya keras.

Nay menoleh, terkejut, dan tidak menyangka. Dan bibirnya, menyebut namaku,"Esta?!!"

Sambil mengucapkan itu segera Nay tersenyum, dan tertawa lepas. Aku memburunya mendekati, dan senang melihat senyum, dan tawa itu.

Nay bilang tidak tahu gedung yang ini yang jadi tempat aku kursus.  Nay menduga aku mendalami bahasa inggris itu di gedung seberang sekolah SMU di mana aku belajar.

Sambil berkata-kata itu wajahnya tampak senang, dan selalu tersenyum. Tidak ada lagi raut murung atau pun malu. Bahkan ketika aku tanya soal keranjang kue yang dibawanya itu," Nay, ini keranjang kue siapa. Aku kok gak pernah melihatnya?"

"Ini peninggalan almarhumah ibu,"balas Nay singkat sembari memeluk keranjang itu seraya tersenyum. Dan, senyum itu yang kemudian mengajakku untuk melakukan hal yang sama pada hari ini. 

***

Aku ikuti langkah Nay kemudian, beriringan menawarkan kue di sepanjang jalan, yang tak pernah sepi dari lalu lalang orang.  Hingga tiba di rumah tante pas senja merambat datang. Sejak hari itu, dan seterusnya aku temani Nay menjajakan kue selepas sekolah. Sementara keranjang kue itu tak lagi disimpan Nay di kediaman bibinya lagi, tapi ada di dinding kamar kami. Tergantung lucu.

https://www.kompasiana.com/erusnadi/62b385ef79016974b052f962/tas-sekolah-yang-dijanjikan-ayah-nay?page=6&page_images=1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun