Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

September Kelam Desa Lembah-lembah

29 September 2020   11:54 Diperbarui: 12 Januari 2021   19:16 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi sudah tidak bisa dikendalikan lagi.  Kemarahan massa partai tanpa nama memporakporandakan ketentraman desa lembah-lembah. Hal itu mulanya dipicu oleh provokasi gerpol yang ditolak cintanya oleh Pulis. Pulis seorang kembang desa yang telah dinikahi Manik, seorang guru ngaji.

Sebagai orang yang disegani, Gerpol yang memiliki tanda codet sebesar pacet di pipi kanannya ini kerap menghembuskan isu. Bukan hanya  isu persaingan bisnis palawija saja, melainkan juga warga yang tidak berpihak pada partainya. Oleh karena kandas cintanya, maka ini jadi trigger baginya untuk memainkan peran jahanam di desa tersebut.

Sayangnya peran yang dimainkan Gerpol di luar kendali akibatnya massa partai tanpa nama sudah membabi buta. Bukan lagi soal isu persaingan bisnis itu saja yang disasar, melainkan pada warga yang tidak berpihak pada partai ini. Kekerasan demi kekerasan dilakukan. Tidak pandang siapa orangnya. Termasuk pada Pulis dan Manik. Juga keluarganya.

Massa dari luar desa telah mengepung. Mereka sebagian besar tidak mengenal warga desa ini. Seperti di arahkan mereka menyemut di muka rumah haji Mudo rival bisnis palawija haji Kurno, bapaknya Gerpol. Berteriak-teriak tak karuan. Mengumpat tidak jelas. Menuding sebagai tokoh yang menghasut warga untuk menentang prinsip dan ideologi satu rasa sama rata dari partai tanpa nama ini.

Mereka teriak. Haji Mudo keturunan Jin kapitalis!Anak-anak mereka borjuis kampung!Habisi mereka!

Tidak  ada yang bisa mencegah. Bahkan pihak aparat maupun warga di sini. Mereka membiarkan apa yang menimpa haji Mudo, dan keluarganya. Keluarga ini tegar melakukan perlawanan. Darah tercecer di mana-mana akhirnya.

Gerpol ada di kerumunan menampakkan wajah puas iblisnya. Peristiwa September 2078 ini menjadi catatan kelam desa lembah-lembah.

Sejak peristiwa itu, desa lembah-lembah menjadi basis pergerakan partai tanpa nama. Tiada lagi rivalitas politik maupun bisnis. Semua ada di satu tangan, Gerpol dan kroninya. Tiada lagi pergolakan di desa ini. Semua berjalan seperti semula.

Namun usai peristiwa itu seorang warga di pelosok desa lembah-lembah telah menyelamatkan anak balita buah cinta Manik dan Pulis dari dalam rumah yang dibakar tersebut. Entah bagaimana anak ini bisa selamat.

Anak ini pun dirawatnya hingga tumbuh dewasa oleh mbah Sito. Perempuan setengah tua dan sebatang kara. Mbah Sito pun tunai menjelaskan asal-usul gadis ini yang diberi nama Srindis olehnya. Termasuk  juga ia kisahkan peristiwa memilukan duhulu di desa ini, juga siapa tokoh yang menggerakkan di balik peristiwa berdarah itu. Keluarga  Srindis tiada tersisa. Haji Mudo, istrinya, Manik, dan Pulis.

Sementara Gerpol sudah naik pangkat menjadi tokoh politik di tingkat propinsi di awal tahun 2100 ini. Ia yang semula Gerpol, mengubah namanya menajadi Rewan. Tetap tokoh yang disegani kawan maupun lawan politiknya. Prinsip satu rasa sama rata partai sungguh-sungguh dipraktekkan olehnya. Partai pun kian menjalar ke sudut-sudut wilayah di propinsi tersebut.

***

Tidak dinyana, Srindis sudah gadis kini. Ia tumbuh dewasa dan elok rupawan dari lembah yang diapit dua punggungan bukit dan dialiri riak sungai kecil. Di mana ia menetap, tidak banyak pemukiman. Jarak rumah yang satu dengan yang lain berjauhan. Ia bercocok tanam menggantikan si Mbah. Apa saja. Kebanyakan palawija.

Tiap ia menanam palawija diselingi tarian ringan sekarang ini. Rata-rata gadis di sini melakukannya. Namun hanya gadis Srindis yang memukau. Ia gemulai, dan sedikit  erotis. Terutama pada bokongnya yang padat berisi. "Dapurnya" ini yang kadang bikin ngilu jejaka lembah. Juga iri  tak terbantah dari  kawan sejenisnya. Seni menjadi bagian gerak politik di desa ini. Hingga tiap gadis mesti bisa melakukan hal serupa.

Bakat demikian diketahui hingga kota akhirnya.

Srindis melalui polesan mbak Yu menjadi penari benar-benar.  Ia kini semakin matang. Segalanya.  Sebagai meteor tari ronggeng milik paguyuban tari mbak Yu yang dikenal luas itu. Tiap pekan tak kurang ia hadir di tiap acara. Bukan di desa seperti kebanyakan, tapi ronggeng ini digemari hingga kota propinsi.

Di propinsi ini juga pagelarannya tingkat hotel bintang empat.

Ronggeng Srindis membuka suasana baru. Kendati ditentang tetap mengharu biru. Orang-orang berdasi sudah  kadung menyukai, apalagi para jelata. Tak jarang tariannya ini direkam kemudian diupload di media sosial. Responnya positif. Tarian ini seni budaya asli yang tak lekang oleh zaman.

Tarian asli representasi kehidupan masyarakat desa lembah-lembah.

Suatu malam Srindis tampil atas undangan partai politik tanpa warna. Mbak Yu mewanti-wanti agar tarian Srindis mesti dihayati. Setidaknya mengandung unsur filosofis kegembiraan masyarakat agraris. Sebab ia jadi wakil masyarakat lembah di mana ia dan kaumnya tinggal.

Srindis mengangguk, dan tersenyum penuh arti. Senyuman yang kelak bikin lelaki berdasi menggigil ingin diselimuti olehnya.  Sekaligus senyum bara api dendam yang mengakar darinya. Mbak Yu juga membalas dengan senyum  ringan tanpa beban.

Tampillah ia. Bunyi musik mulai terdengar. Suara gong, dan rebab mengalun nada-nada riang. Gesekan biola menambah sensasi aroma nirwana. Ditingkahi goyangan Srindilsyang erotis zonder protes audiens. Mereka menikmati ronggeng itu.

Lalu satu-satu naik ke pentas. Selip sana selip sini mata uang rupiah. Malah satu dua kata rayuan mengaum dari mulut bau bir mereka. Srindis tak terpengaruh. Ia fungsikan kepiawaiannya di arena ini. Para petinggi partai bersorak senang. Malam itu jadi kenangan. Srindis sudahi selama kurang lebih dua jam setengah.

Srindis lelah setelah menghitung rupiah yang ia comot dari balik kutangnya.

***

Di hotel malam itu ia didatangi tamu. Mbak Yu yang membawanya. Ia dikenalkan, lalu ditinggal oleh mbak Yu. Sendiri ditemani lelaki itu.  Srindis masih gadis. Perawan tulen.  Asal lembah-lembah yang diapit dua bukit. Ia utarakan itu pada lelaki dihadapannya. Sebagai kesantunan penari ronggeng. Sekaligus mengamati ciri khas lelaki tua bangka ini.

Lelaki itu membalas menyebut nama Rewan.

Katanya," Dua bukit itu tempat yang indah dan nyaman. Saya pun pernah tinggal, dan besar di desa itu. Bukit itu bisa dinikmati di kala senggang. Dicicipi di kala haus. Diremak  saat gemas."

"Maksudnya,"tanya Srindis.

"Ayolah. Ongkosmu sudah aku panjer lewat mbak Yu. Sekarang aku ngilu. Sisanya malam ini hingga pagi. Lunas."

"Bangsat!"

Srindis terhina. Rewan target yang dicarinya selama ini. Tanda codet di bagian pipi kanan dari salah satu petinggi partai tanpa warna ini ia kenali dari kisah mbah Sito. Berpuluh tahun ia simpan dalam ingatan. Malam ini kesempatan baiknya terbuka. Lelaki ini yang dulu menghancurkan hidup keluarganya. Rewan alias Gerpol.

Karena itu ia tak sabar lagi. Ungkapan marahnya itu juga tidak main-main. Dalam hitungan detik kemudian tikaman pisau berulangkali mendarat di jantung lelaki itu. Roboh bermandikan darah, kemudian mati tanpa do'a-do'a. 

Srindis tersenyum puas. Ia menghilang malam itu juga di penghujung tahun 2100.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun