Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

September Kelam Desa Lembah-lembah

29 September 2020   11:54 Diperbarui: 12 Januari 2021   19:16 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Tidak dinyana, Srindis sudah gadis kini. Ia tumbuh dewasa dan elok rupawan dari lembah yang diapit dua punggungan bukit dan dialiri riak sungai kecil. Di mana ia menetap, tidak banyak pemukiman. Jarak rumah yang satu dengan yang lain berjauhan. Ia bercocok tanam menggantikan si Mbah. Apa saja. Kebanyakan palawija.

Tiap ia menanam palawija diselingi tarian ringan sekarang ini. Rata-rata gadis di sini melakukannya. Namun hanya gadis Srindis yang memukau. Ia gemulai, dan sedikit  erotis. Terutama pada bokongnya yang padat berisi. "Dapurnya" ini yang kadang bikin ngilu jejaka lembah. Juga iri  tak terbantah dari  kawan sejenisnya. Seni menjadi bagian gerak politik di desa ini. Hingga tiap gadis mesti bisa melakukan hal serupa.

Bakat demikian diketahui hingga kota akhirnya.

Srindis melalui polesan mbak Yu menjadi penari benar-benar.  Ia kini semakin matang. Segalanya.  Sebagai meteor tari ronggeng milik paguyuban tari mbak Yu yang dikenal luas itu. Tiap pekan tak kurang ia hadir di tiap acara. Bukan di desa seperti kebanyakan, tapi ronggeng ini digemari hingga kota propinsi.

Di propinsi ini juga pagelarannya tingkat hotel bintang empat.

Ronggeng Srindis membuka suasana baru. Kendati ditentang tetap mengharu biru. Orang-orang berdasi sudah  kadung menyukai, apalagi para jelata. Tak jarang tariannya ini direkam kemudian diupload di media sosial. Responnya positif. Tarian ini seni budaya asli yang tak lekang oleh zaman.

Tarian asli representasi kehidupan masyarakat desa lembah-lembah.

Suatu malam Srindis tampil atas undangan partai politik tanpa warna. Mbak Yu mewanti-wanti agar tarian Srindis mesti dihayati. Setidaknya mengandung unsur filosofis kegembiraan masyarakat agraris. Sebab ia jadi wakil masyarakat lembah di mana ia dan kaumnya tinggal.

Srindis mengangguk, dan tersenyum penuh arti. Senyuman yang kelak bikin lelaki berdasi menggigil ingin diselimuti olehnya.  Sekaligus senyum bara api dendam yang mengakar darinya. Mbak Yu juga membalas dengan senyum  ringan tanpa beban.

Tampillah ia. Bunyi musik mulai terdengar. Suara gong, dan rebab mengalun nada-nada riang. Gesekan biola menambah sensasi aroma nirwana. Ditingkahi goyangan Srindilsyang erotis zonder protes audiens. Mereka menikmati ronggeng itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun