Mohon tunggu...
Erniwati
Erniwati Mohon Tunggu... ASN Yang Doyan Nulis dan Makan, Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkum NTB

Traveling dan dunia tulis menulis adalah hal yang paling menyenangkan. Memberi manfaat kepada masyarakat melalui edukasi adalah hobby.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cerita Bank Subuh dan Rentenir yang Merakyat, Solusi atau Tragedi?

23 Juli 2025   10:26 Diperbarui: 24 Juli 2025   15:34 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bank Subuh (Sumber: Pixabay/Ahsanjaya)

Bank subuh adalah istilah yang mungkin baru bagi sebagian orang. Awalnya saya skeptis ketika menuliskannya melalui chat GPT sekalipun, apakah akan muncul keterangan terkait dua kata itu. Eh, ternyata ada juga. 

Artinya bukan hanya di daerah saya saja Bank Subuh ini terkenal, atau dikenal. Bisa jadi di banyak wilayah Indonesia juga sebenarnya banyak berkeliaran. Cerita soal Bank Subuh ini sebenarnya ada lucunya, ada mirisnya juga.

Karena selain menawarkan yang katanya 'solusi', ia juga menawarkan tragedi. Bagaimana tidak, masyarakat hanya melihat sisi instan dan kemudahannya, tapi lupa untuk memahami mekanisme dan konsekuensinya. Mari kita bahas sambil sedikit bercerita tentang percakapan saya dengan sahabat baik saya dua tahun lalu.

Sahabatku, Saudagar Cilok Yang Lurus-Lurus Saja

Sebut saja namanya Ana, dia adalah teman saya sedari SMP hingga SMK. Kami sudah bersahabat sejak lama, bahkan ketika sudah sama-sama menikah kami tetap tak lost contact. Tetap terkoneksi, tetap berbagi cerita.

Sama seperti di suatu sore dua tahun lalu, ketika saya pulang kantor dan melintas di depan tempat jualannya. Sebuah ruko pinggir jalan pariwisata yang disewanya selama setahun. Dia adalah seorang pekerja keras yang pantang putus asa dan menyerah. Beberapa kali usahanya jatuh dan merugi, tapi semangat itu selalu kembali.

Hingga saat ini dia pun menjadi salah satu pengusaha bakso cilok yang lumayan berhasil. Sore itu saya mampir ingin menyapanya, sembari nyemil bakso cilok. Kami pun mulai bercerita tentang situasi usahanya. Dan di situlah cerita lucu dimulai.

Ana bercerita bahwa ada penjual risoles di sebelahnya sering minta barter, tukar cilok dengan risoles dagangannya. Dan Ana bingung karena tak bisa menolak. Lalu ia bercerita tentang menghilangnya tetangga dagangnya di seberang jalan. Ia bercerita itu adalah karena dihantui bank subuh.

Saya pun tertarik dan bertanya, bagaimana ceritanya. Dia bilang bahwa pedagang yang di seberang sana itu dulu meminjam uang di bank subuh, awalnya hanya beberapa ratus ribu, kemudian jadi 1 juta. Dan itu tidak hanya di satu tempat, namun hampir di 10 orang yang menawarinya.

Saya pun terbelalak. Loh apakah mereka tidak punya data peminjam, sehingga bisa ketahuan mana yang suka nunggak. Tapi jawaban teman saya seakan di luar logika. Ia bilang bahwa tidak ada satupun dari orang-orang yang menawarkan pinjaman itu saling mengetahui.

Ana pun bilang ia kerap ditawari juga, dengan alasan 'cukup foto ktp saja kok'. 'Setoran harian nanti tidak akan terasa', begitu iming-imingnya. Namun Ana yang memang orangnya lempeng-lempeng saja, tidak mau terjerat. Dia pun berkelit dengan berbagai alasan. Dan itupun mereka tidak datang satu dua orang sehari, hampir setiap hari beberapa orang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun