Yang paling sering terjadi pada perempuan adalah ketika terjadi perceraian, dimana perkawinan belum tercatat, maka si perempuan akan kesulitan untuk membuktikan status perkawinan sebelumnya, ataupun memperoleh bukti bahwa sudah bercerai secara resmi.
Berbeda dengan anak, yang akan mengalami sejumlah dampak status hukum seperti :Â
- Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (UU 1/1974 Pasal 43)
- Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang (UU 1/1974 Pasal 55)
- Anak yang lahir dari pasangan yang menikah dibawah umur tanpa dispensasi pengadilan akan memiliki AKTA KELAHIRAN ANAK IBU.
Dan tahukah anda, bahwa Akta Kelahiran Anak Ibu ini tidak seperti tampilan akta kelahiran anak hasil perkawinan normal pada umumnya? Betul sekali, karena ternyata dalah akta kelahiran anak ibu ini, hanya tertulis nama Ibu sebagai orang tuanya.
Lalu dimana posisi nama ayah yang diakui dalam akta tersebut? Terkait hal ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui seperti :
Jika pernikahan belum tercatat resmi, nama ayah bisa tidak dicantumkan (kosong) atau hanya nama ibu yang dicatat.
Ada sebagian Dinas Dukcapil yang memperbolehkan mencantumkan nama ayah berdasarkan pernyataan tertulis dari kedua orang tua (tapi bukan berdasarkan akta nikah karena tidak ada).
Jika pernikahan belum dicatat: maka biasanya tertulis "Belum Kawin" atau "Tidak Terdaftar" sesuai kebijakan setempat.
Singkatnya, Dokumen yang diterbitkan oleh Dukcapil bagi pernikahan di bawah umur ini akan mencatatkan bahwa :
- Ibu dan anaknya tetap berada pada kartu keluarga orangtua dari ibu (KK semula), dan tidak ada kaitan apapun dengan suami
- Status ibu tetap belum kawin pada KTP dan KK
- Akta kelahiran anak hanya menjadi anak ibu
Dampak secara hukum dan sosial yang dapat ditimbulkan bagi perempuan dan anak dapat terlihat jelas sangat tidak baik. Karena pasangan nikah siri, terutama Isteri dan anak dari pernikahan siri pada umumnya diberi stigma negatif oleh masyarakat sehingga dapat berdampak pada mental dan spiritual isteri dan anaknya.
Selain itu, meskipun pernikahan siri dianggap sah menurut agama Islam, namun bila tidak resmi dicatat oleh negara akan menimbulkan berbagai kerugian terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum terkait hak dan kewajiban suami-isteri dan anak itu sendiri.
Dengan begitu banyaknya dampak negatif dari perkawinan di bawah umur ini, terutama yang akan menimpa perempuan dan anak, harapan saya semua pihak dapat turut melakukan pencegahan. Tak hanya institusi pemerintah, namun aparat desa hingga para tokoh di akar rumput sana.