Produksi bahan jadi yang berorientasi pasar ekspor dari negara yang kaya akan sumber daya alam seperti di republik ini menandakan sebuah kekuatan ide dan inisiatif telah dibangun untuk meninggalkan cara berpikir, cara wujud, dan cara kehidupan dibalik ekspor bahan mentah, yang membuat negara tidak mengalami kemajuan.
Setelah meninggalkan ekspor bahan baku, negara kita yang bertumpu pada sektor produksi dan manufaktur yang telah mengalami perkembangan pesat menjadi syarat pembentukan wilayah ekspor bahan jadi, yang berdaya saing.
Cara berpikir mereka berubah dari alasan kecukupan penjualan bahan mentah yang menguntungkan, dibandingkan bahan jadi bisa dijual langsung melalui pasar bebas menjadi bahan jadi, sekalipun biaya produksi dan investasi relatif lebih mahal, durasi yang lama, dan resiko yang lebih besar.
WTO tidak akan memaksa kita sebagai korban dari rezim pasar bebas, jika ekonomi kita menandakan keadaan yang kurang stabil.
Kemunculan biaya produksi yang tinggi, durasi yang panjang, dan resiko yang lebih besar ketika negara menerapkan ekspor bahan jadi sebagai sesuatu yang lumrah dalam rezim pasar bebas.
Negara yang kaya akan sumber daya alam di sektor produksi minerba mesti didukung oleh sektor industri manufaktur, yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah, yang pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja.Â
Setiap tenaga kerja akan memperoleh hasil produksi, yang selanjutnya berganti menjadi komoditas ekspor bahan jadi minerba.
Berkenaan dengan hilirisasi industri, Â WTO akan melihat sejauh mana Indonesia memiliki kemampuan untuk menjalankan proses pengolahan, perakitan, kendali mutu, dan pemasaran bahan jadi.
Tahapan pembentukan wilayah kekuatan wujud datang untuk meningkatkan nilai tambah.Â
Tenaga kerja bisa membeli sesuatu dan menafkahi keluarganya melalui nilai tambah dari ekspor bahan jadi.
Perluasan sektor untuk mendukung pencapaian kinerja ekspor bahan jadi juga merupakan syarat bagi negara yang ingin mencapai kemajuan ekonomi.