Kemudian, sedih dan gembira, susah dan senang, lucu dan ngeri yang dipadatkan, diantaranya melalui sinema.
Jadi, 'insomnia pikiran' melipatgandakan kelelapan pikiran juga melalui sinema.Â
Alur, sisi, dan celah melintasii tanda zaman tanpa penandaan menjadi kuasa-sinema nampak nyata tersebar memasuki sel-sel kehidupan (keluarga, sekolah, kantor, pabrik, gubuk reok) tidak memikul beban berat.
Semuanya tidak lebih sebagai pikiran yang kosong dari permainan cahaya (bedil, seragam, komando, tembakan, jegal, ruang penyiksaan, sumur, mayat) yang dimainkan oleh sinema.Â
Logika sinema berbicara bukan pada kita, pada tubuh murni kita, tetapi kuasa arsip.
Dalam persfektif Derridian, 'kelelapan pikiran' sebagai tabir akan disingkap dan direbah oleh 'ketidaksadaran teks'. Karena itu, kisah sedih dan gembira, susah dan senang, lucu dan ngeri, marah dan ketawa, lesuh dan gairah melalui fenomena kuasa-sinema.
Jaringan kuasa-sinema yang meraba-raba pelupuk mata dirambah dengan kenikmatan yang menentang dan menegangkan diletakkan pada sisi luar dalam kelelapan pikiran. Segalanya adalah kuasa dan hasrat.
Selebihnya, hal-hal yang diterima sebagai korban dialektika sintensis dari kisah film ditepis dan direnteti oleh kelelapan pikiran diletakkan dibawah kenikmatan.
Seperti Kekerasan Pikiran dan Mata Sinema
Tubuh tergolek kaku, darah muncrat, dan sakit tidak tertahankan. Ia bukan peluru bersarang di dadanya, tetapi tatapan yang tajam direkam oleh mata dengan mata, saksi dengan saksi.Â
Mata sinema mengakhiri lensa kamera setelah dijejaki, dimuati, dimistifikasi, dan dibingkai untuk membuyarkan mimpi dari orang-orang yang sedang tidur.