Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pikiran dan Sinema

28 September 2022   18:55 Diperbarui: 20 Juni 2023   11:11 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kejutan dua faktor konsep yang lahir, yaitu sinema yang bergerak secara otomatis dan konsep itu sendiri. Singkat kata, sinema dan citra terjalin kelindan dengan pikiran. 

Citra sinematografi harus memiliki efek kejutan pada pikiran. Citra pikiran baru mulai dipikirkan sebagian dari keseluruhan. Itulah juga merupakan bagian dari diskursus.

Tetapi, masih ada kesempatan kedua yang lenyap dari konsep yang mengharukan, atau pergerakan kembali dari pikiran ke citra. Kekerasan yang tidak terpikirkan secara otomatis adalah masalah 'kepenuhan emosi' atau 'gairah' kembali dengan proses intelektual.

Bukan hanya kesempatan kedua terpisah dari yang pertama, tetapi kita tidak dapat mengatakan yang mana pertama. Kita  akhirnya tidak menyesal untuk mengatakan, pertama adalah apakah montase atau pergerakan citra?

Sinema Intelektual dan Sinema Libidinal

Sesuatu yang tidak terpikirkan secara otomatis meningkatkan energi ganda. Ia muncul untuk menjalin pergerakan citra yang berlangsung dari sebagian rahasia hasrat. Pergerakan citra tidak terpisahkan dari perpaduan antara "sinema intelektual" dan "sinema libidinal."


Kedua tema tersebut dapat berlangsung secara unik tanpa melalui pikiran bebas dan bujukan berlebihan. 

Tetapi, perpaduan kedua tema sinema tersebut di atas hanya mampu terjalin melalui rantai ketidaksadaran yang bersifat mekanis.

Sebelum jejak-jejak terbentuk, keruntuhan kesadaran diambil-alih karya seni memiliki 'bentuk paling dalam yang retak' di balik film G30S/PKI menjadi mesin ketidaksadaran.

Tidak lebih dari hal lainnya, orang-orang menyaksikan film tragis atau anti kemanusiaan memiliki tujuan untuk membentuk alur, sisi dan celah pikiran kolektif atau ingatan kolektif tentang betapa kisah pilu tengah terjadi justeru menjauhi jarak antara sutradara, pelaku, penonton, dan penulis film.

Pikiran diikuti oleh proses ganda atau dua momen yang sama. Sebagaimana jarak, teks tertulislah yang mengatasi durasi, bukan dari suara-gambar yang bergerak secara acak dalam sinema.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun