Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Penulis, Kreator dan Pengajar

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Berbagai Genre, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel, Pemenang Sayembara Puisi Esai Tingkat Asean 2025 dan Kreator Video AI Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ketika Kumpul Lebaran Menjadi Ajang Adu Pencapaian

22 Maret 2025   08:38 Diperbarui: 22 Maret 2025   08:45 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Bingimage.com AI

Penulis : Ririe Aiko 

Lebaran, buat banyak orang, harusnya jadi momen penuh kehangatan. Kumpul keluarga, makan enak, cerita nostalgia, ketawa bareng. Tapi di balik suasana meriah itu, ada satu hal yang bikin banyak orang malas datang: pertanyaan-pertanyaan kepo yang seolah wajib ditanyakan setiap tahun.

Begitu dateng, baru duduk, tiba-tiba:

"Udah kerja di mana sekarang?"

"Udah nikah belum? Kok sendirian aja?"

"Rumah udah beli, kan? Masak masih ngontrak?"

"Anaknya baru satu? Kapan nambah?"

Buat yang hidupnya "sesuai jalur", pertanyaan ini mungkin terasa biasa aja. Tapi buat yang lagi berjuang, pertanyaan kayak gini bisa jadi beban. Ada yang capek dengerin. Ada yang bingung jawabnya. Ada yang akhirnya memilih nggak dateng karena males diinterogasi soal hidupnya yang nggak semulus ekspektasi orang.

Nggak bisa dipungkiri, di banyak keluarga, Lebaran terasa seperti ajang adu pamer. Bukan cuma sekadar saling sapa atau silaturahmi, tapi juga unjuk pencapaian siapa yang paling sukses di antara saudara-saudara.

Ada yang dengan santai bercerita tentang rumah baru di kompleks elit, liburan ke luar negeri, atau anak yang keterima di sekolah favorit. Ada yang bangga memamerkan mobil baru atau koleksi perhiasan yang makin bertambah. Kadang, niat awalnya cuma berbagi cerita, tapi atmosfernya berubah jadi kompetisi terselubung.

Yang lebih menyebalkan, obrolan ini sering kali memunculkan pembanding yang bikin suasana nggak nyaman. Misalnya, ketika ada saudara yang baru beli rumah, otomatis akan ada yang bertanya ke orang lain, "Kamu kapan nyusul?" atau, "Masa sih belum bisa beli sendiri?" Seolah-olah, kalau belum punya sesuatu yang bisa dipamerkan, posisi kita di keluarga jadi kurang dihargai.

Yang paling terasa, perbandingan ini sering kali nggak adil. Ada yang memang lahir di keluarga berkecukupan, ada yang berjuang dari nol. Ada yang hidupnya penuh keberuntungan, ada juga yang jatuh bangun berkali-kali. Tapi di momen Lebaran, detail perjuangan itu sering kali nggak dianggap penting. Yang dilihat cuma hasil akhirnya: siapa yang terlihat lebih "berhasil" di mata keluarga besar.

Jujur aja, nggak semua orang pengin atau bisa jawab pertanyaan-pertanyaan itu. Kenapa? Karena realitas hidup nggak seindah foto Lebaran di media sosial.

Buat sebagian orang, bisa sampai di titik ini aja udah perjuangan luar biasa. Bisa berdiri tegak setelah diterpa masalah yang nggak diceritakan ke siapa-siapa. Tapi pertanyaan-pertanyaan "sederhana" itu sering kali bikin mereka merasa gagal. Seolah-olah, kalau hidup belum sesuai ekspektasi orang lain, mereka kurang berharga.

Padahal, apa sih urusannya orang lain sama keputusan atau proses hidup kita? Apa kita wajib kasih laporan tahunan soal seberapa jauh kita udah melangkah? Kalau belum punya rumah, kenapa harus malu? Kalau belum menikah, kenapa harus terasa sebagai kekurangan?

Yang ironis, momen Idul Fitri yang harusnya jadi ajang saling memaafkan dan menyucikan hati, malah terasa penuh dengan atmosfer kompetisi. Bukannya merayakan kebersamaan, banyak orang justru sibuk membandingkan kehidupan.

Nggak semua basa-basi itu buruk. Tapi ada cara yang lebih baik buat membuka obrolan tanpa bikin orang merasa diadili. Daripada nanya yang bikin orang minder, kenapa nggak mulai obrolan dari hal-hal yang lebih ringan dan menyenangkan? Misalkan ngobrolin hobi atau Film seru yang lagi tayang.

Obrolan kayak gini nggak cuma lebih santai, tapi juga bikin suasana jadi cair tanpa bikin orang merasa diinterogasi soal hidupnya. Toh, tujuan kumpul Lebaran itu silaturahmi, bukan sidang terbuka soal pencapaian hidup masing-masing.

Kita nggak perlu tahu seberapa sukses orang lain buat tetap peduli dan menghargai mereka. Karena di balik senyum yang mereka bawa ke acara keluarga, siapa tahu ada perjuangan yang nggak mereka ceritakan ke siapa-siapa.

Idul Fitri harusnya jadi waktu untuk kembali ke fitrah, kembali ke hati yang bersih, saling memaafkan, dan merangkul mereka yang mungkin sedang berjuang diam-diam. Kalau kita masih sibuk membandingkan atau menghakimi, bukankah hati kita belum benar-benar kembali suci?

Jadi, di Lebaran tahun ini, gimana kalau kita coba ubah kebiasaan? Alih-alih nanya hal-hal yang bikin orang terpojok, kenapa nggak jadi pendengar yang baik? Daripada sibuk mencari "bukti keberhasilan" orang lain, kenapa nggak menikmati waktu bersama tanpa agenda tersembunyi?

Karena di akhir hari, kebersamaan yang tulus jauh lebih berharga daripada sekadar mengetahui siapa yang punya rumah lebih besar atau gaji lebih tinggi. Kadang, yang paling dibutuhkan seseorang bukanlah pertanyaan yang menghakimi, tapi kalimat sederhana:

"Apa kabar? Aku seneng bisa ketemu lagi tahun ini."

Dan percayalah, obrolan yang berangkat dari ketulusan itu, tanpa kepo, tanpa pamer akan jauh lebih bermakna buat semua orang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun