Mohon tunggu...
Erick M Sila
Erick M Sila Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis adalah mengabadikan diri dalam bentuk yang lain di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Belajar dari Nikmatnya Secangkir Kopi #10

15 Januari 2024   14:46 Diperbarui: 15 Januari 2024   15:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tentang... perjalananmu, pilihanmu." Dinda menghela napas tajam, melintasi ruangan untuk duduk di hadapannya. "Aku sudah berpikir, mungkin Rizky ada benarnya."

"Rizky?" Jantung Aditya berdegup kencang, ia merasakan kepahitan membuncah dalam dirinya---bukan dari kopi dingin, melainkan dari benih keraguan yang Rizky tanam di benak Dinda. Sejak kapan kamu lebih menghargai pendapatnya daripada pendapatku?

"Dengar, aku tidak mengatakan dia benar dalam segala hal, tapi dia telah menyampaikan beberapa poin yang valid." Dia melipat tangannya, membela diri, matanya mencari pengertiannya.

Poin yang valid? Bahwa pencarianku akan makna hanya membuang-buang waktu? Aditya menyisir rambut hitam pendeknya dengan jari, rasa frustrasi membara di bawah permukaan. "Bahwa aku harus meninggalkan pencarianku karena itu tidak sesuai dengan pandangan sempitnya tentang kesuksesan?"

"Adit, bukan begitu. Hanya saja..." Dinda ragu, lalu menghela napas. "Rizky berpikir---dan aku mulai melihat---mungkin kamu kehilangan fokus. Pikiranmu melayang padahal seharusnya ada di sini, bersama kita."

"Kami? Atau kamu?" Aditya membalas, kata-katanya terasa sakit hati. Dia berdiri tiba-tiba, mendorong kursi ke belakang dengan suara gesekan yang bergema di dinding. "Kamu tahu betapa berartinya hal ini bagiku. Bagaimana kamu bisa membiarkan dia masuk ke dalam kepalamu?"

"Karena aku peduli padamu!" Suara Dinda pecah, campuran amarah dan kekhawatiran terpancar di matanya. "Dan saya tidak ingin melihat Anda membuang potensi Anda untuk mengejar sesuatu yang mungkin tidak akan pernah memberikan jawaban yang Anda cari."

Tatapan Aditya tertunduk ke lantai, ubin yang sejuk sangat kontras dengan gejolak yang berkecamuk di dalam dirinya. Dia bergulat dengan pengkhianatan, sengatan keraguan bercampur dengan kayanya aroma kopi yang terlupakan. Napasnya tersengal-sengal, mencerminkan ritme pikirannya yang tidak seimbang.

"Potensi," dia menggema dengan hampa. "Hanya itu yang kamu lihat saat melihatku? Hanya potensi yang belum tergali?"

"Tidak Adit. Aku melihat kakakku, seseorang yang ingin aku lindungi." Suaranya melembut. "Tetapi terkadang, melindungi berarti menjauhkan Anda dari jalan yang tidak membawa tujuan apa pun."

"Atau mungkin," balas Aditya, mengangkat kepalanya untuk menatap tatapannya dengan tekad yang mengeras karena cobaan dalam perjalanannya, "itu berarti memercayaiku untuk menemukan jalanku sendiri---bahkan jika itu jalan yang tidak bisa kamu ikuti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun