Saya taruh kartu kepesertaan saya pada wadah yang disediakan, tak lama kemudian diberikan nomor antrian, dipanggil masuk ke ruang periksa, Kemudian tunggu obat. Obat diberikan, selesai.
Lho ini bagus kok pelayanannya, dan saya sembuh sama seperti saya berobat ke spesialis THT, cuma bedanya, ini GRATIS tis tis.
Sebagian yang senang complaint bilang gini :
"Siapa bilang gratis? Kita bayar iuran kok!". Â
"Bayar iuran aja pelayanannya kayak gitu, apalagi gratis!"
'kayak gitu' gimana maksudnya mpok? saya mendapat pelayanan dengan baik kok.
Ibu dokternya ramah, sebelumnya saya mengira dokter yang melayani pasien dengan kartu BPJS Kesehatan, jutek dan terburu-buru selesai, ternyata ini jauh dari dugaan saya, duh maaf ya sudah su'uzon duluan.
Suster dan bagian administrasi pendaftarannya sangat informative, saya tanya apa saja mengenai klinik dan praktek dokter BPJS Kesehatan, dijawab dengan lugas.
Kembali ke teman yang hobi complaint tadi, mengenai iuran BPJS Kesehatan, memang seharusnya teman tersebut memahami, betapa iuran yang kita bayarkan sangat membantu keluarga lain yang membutuhkan pengobatan, syukur kalau kita sehat terus artinya kita tidak perlu ke dokter, tidak perlu pakai fasilitas BPJS Kesehatan. Saya sendiri mulai saat itu merubah cara pandang saya  dengan meniatkan bahwa saya membayar iuran bukan untuk keluarga saya, tapi untuk keluarga lain seluruh rakyat Indonesia yang memerlukan.Â
Karena sesuai motto "Dengan bergotong royong semua tertolong", dengan begitu niat saya adalah bersedekah, dengan niat bersedekah maka bayar iuran saya jadi lancar, dan inshaAllah saya sekeluarga terhindar dari penyakit, musibah dan bahaya. Bukankah dengan bersedekah sama dengan mencegah datangnya penyakit. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Maka kesimpulannya, obat yang paling mujarab sebenarnya adalah sesuatu yang bisa mencegah datangnya penyakit, obat itu namanya sedekah.