Mohon tunggu...
Ernip
Ernip Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ceritaku Saat Koteka Trip dan Danamon Ajak Jelajah Sehari Kota Cirebon

21 Juni 2017   20:31 Diperbarui: 22 Juni 2017   21:43 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keraton Kasepuhan dulunya merupakan Padepokan Pakungwati. Didirikan oleh Pangeran Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana) sebagai rumah tinggal bersama putri Kinasih Nyai Pakungwati, Nyai Lara Santang dan Raja Sangara sepulangnya beliau dari Mekkah.

Syarif Hidayatullah anak Nyai Lara Santang (Syarifah Mudaim), adik Pangeran Walangsungsang menikah dengan Nyi Mas Pakungwati, putri Pangeran Walangsungsang dari Nyai Mas Endang Gelius.

Pada tahun 1479–1568 Pangeran Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Sultan Carbon I dan menetap di Keraton Pakungwati. Berdirinya Keraton Kasepuhan tidak terlepas dari penyebaran agama Islam di Cirebon. Syarif Hidayatullah adalah Wali Sanga Sunan Gunung Jati, menduduki generasi ke-22 dari Nabi Muhammad.

Pada jaman pemerintahannya juga, ada sebuah peristiwa yang membuat Kesultanan Cirebon akhirnya lepas dari kekuasaan Pakuan Pajajaran. Ini ada hubungannya dengan penyebaran ajaran Islam. Peristiwa itu ditetapkan menjadi hari jadi Kabupaten Cirebon tepat pada 12 Shafar 887 Hijiriah atau 2 April 1482 Masehi.

Secara keseluruhan Keraton Kasepuhan merupakan akulturasi dari budaya Jawa, China, Eropa, Hindu, Budha. Area Siti Inggil misalnya, budaya Jawa mendominasi bentuk padepokan dan tulisan Arab pada tiang dan dinding. Batu Lingga dan Yoni yang memberi makna kesuburan merupakan budaya Hindu. Masih di wilayah Siti Inggil, keramik pada dinding tembok pintu masuk mewakili budaya Cina.  

Gaya Cirebon ditemukan pada bangunan Kutagara Wadasan dan Kuncung pada area utama. Pada dinding keramik-keramik budaya Eropa menambah semarak bangunan ini. Saya sebut dinding bercerita, sebab permukaan keramik memiliki lukisan dengan kisah yang diadopsi dari perjanjian lama dan baru (kitab Nasrani).  


Keraton Kanoman: Titik Nol Kota Cirebon

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Jelajah tidak berhenti sampai disitu saja. Keraton dengan sejarah bertautan dengan Keraton Kasepuhan juga kami kunjungi. Kami menyetop becak depan pintu masuk tadi menuju Keraton Kanoman. Walaupun hari terik dan bulan puasa, kegiatan masyarakat tampak berlangsung seperti biasa.

Dari atas becak, tampak pemandangan aktivitas warga. Penjual aneka barang kebutuhan sehari-hari, oleh-oleh (makanan dan kain batik) khas Cirebon. Ada juga penjual keramik kuno di sisi jalan. Rupanya, benda getas berbahan dasar tanah liat ini juga bisa ditemukan disini.

Melewati Pasar tradisional Kanoman, terlihat Keraton Kanoman, hanya puluhan meter dari pasar. Membayar lima belas ribu saja dari Keraton Kasepuhan kami sudah berada di wilayah Keraton Kanoman. Tapi jangan terkejut jika dimintai sedikit tip di akhir jalan oleh pengemudi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun