Begitulah Bung Hatta, badannya kecil, kacamatanya tebal, ekspresinya dingin, namun kekuatan penanya menakjubkan. Tulisannya lebih tajam dari keris Diponegoro, analisanya lebih runcing dari bilah pedang Pattimura, telaahannya lebih digjaya dari ledakan meriam, dan pola pikirnya lebih menggetarkan dari dentuman senapan.
Hatta adalah seorang negarawan yang mewarisi Indonesia dengan kekayaan literasi yang mengagumkan. Ketika Hatta berpulang, ia meninggalkan 30 ribu judul buku dalam lemari perputakaan pribadinya.Â
Hatta juga telah mewariskan puluhan judul buku yang ia tulis serta ratusan artikel yang tersebar di berbagai surat kabar. Buku dan perpustakaan selalu menjadi istana mewah dan mahligai yang syahdu untuk pria kelahiran Bukit Tinggi tersebut.
Hatta memang founding father yang paling sering menulis mengenai gagasannya baik itu tentang dinamika politik bangsa dan impiannya untuk Indonesia di masa depan.
Tulisannya menyisir berbagai macam perspektif. Jejak-jejak tulisan Hatta semakin meneguhkan posisinya sebagai pemimpin yang memberikan sumbangsih pada peradaban dan kemajuan literasi nusantara.
75 Tahun Indonesia menghirup udara merdeka, bagaimana dengan tingkat literasi Indonesia dimasa kini? Jawabannya cukup memprihatikan, setidaknya tergambar pada beberapa hasil survey.Â
Pada tahun 2016, UNESCO merilis hasil studi tentang "The World's Most Literate Nations". Penelitian tentang minat baca terhadap 61 negara ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-60 hanya satu tingkat diatas Botswana, salah satu negara di Afrika yang berada di peringkat 61.Â
Penelitian tersebut menggambarkan minat baca masyarakat Indonesia yang cukup memprihatikan, karena dari 1000 orang, hanya 1 orang yang memiliki minat baca.
Sementara itu Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) pada tahun 2015 merilis sebuah penelitian dengan judul Program for International Student Assessment (PISA). Penelitian yang dilakukan pada 70 negara tersebut menempatkan Indonesia para peringkat ke-62.
Penelitian Perpustakaan Nasional pada tahun 2017 menggambarkan frekuensi membaca orang Indonesia rata-rata hanya 3 sampai 4 kali per minggu, dan waktu yang digunakan untuk membaca buku rata-rata cuma 30-59 menit. Sementara jumlah buku yang dibaca dalam setahun hanya 5 hingga 9 buku.
Memang terdapat sanggahan terhadap penelitian diatas, khususnya The World's Most Literate Nations yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari total 61 negara. Hal ini terkait parameter yang dijadikan ukuran untuk menentukan minat baca yaitu perpustakaan, peredaran surat kabar, pemerataan pendidikan, dan ketersediaan komputer.