Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suatu Hari di Rumah Bunda Maria

23 Desember 2020   18:17 Diperbarui: 23 Desember 2020   20:36 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Bunda Maria (dok.cengiz istidar)

"Kita habisi saja dia," kata temannya.

Kedua lelaki itu  berpencar mengurung aku dari depan dan belakang. Jantung ini berdebar. Apakah aku sanggup melawan mereka? 

Mereka maju bersamaan. Aku kelabakan. Ketika menghindar dari serangan depan, lelaki yang di belakang merangsek. Meski beberapa kali sempat melayangkan pukulan dan tendangan kepada mereka, aku kalah dalam jumlah dan kekuatan.

Kedua lelaki itu lebih kuat dari perkiraan. Aku terkena hantaman di kepala . Seketika aku merasa pusing, belum sempat sadar, yang satu lagi memukul punggung. Aku tersungkur.

Terdengar tawa mereka gembira. Samar aku melihat si berewok mengambil tas yang terlempar ke rerumputan. Ia memberi isyarat kepada temannya untuk segera meninggalkan tempat itu.

Temannya menyeringai,"Nanti dulu. Perempuan ini cantik juga. Aku ingin menikmatinya".

Tanpa menunggu jawaban, ia mendatangi aku yang masih tergolek. Si berewok malah bergabung, memegangi aku sementara temannya berusaha melucuti pakaian yang aku kenakan.  Aku hampir menjerit.

Entah darimana datangnya, sebuah kayu menghantam kepala si berewok. Lalu dengan cepat melayang ke kepala lelaki yang satu lagi. Kedua lelaki itu terjerembab pingsan. Bahkan tubuh si berewok hampir menindih tubuhku. 

Sebuah tangan terulur. Aku menyambut tangan itu dan berusaha bangkit.  Setelah penglihatan mulai normal, tampak olehku seorang lelaki tua. Lelaki itu mengenakan jubah seperti yang dipakai para pastor. Kepalanya botak dengan janggut memutih.

"Terimakasih bapak. Entah bagaimana nasib saya tanpa pertolongan bapak," dalam hati aku heran, lelaki tua ini bisa mengalahkan dua lelaki kekar.

Ia tersenyum tenang. Pandangan matanya begitu teduh,"Bersyukurlah kepada Tuhan karena Dia Maha Pelindung'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun