Mohon tunggu...
Em Fardhan
Em Fardhan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

I'm not a good person, but I'll try.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tawaran

17 Desember 2022   04:16 Diperbarui: 17 Desember 2022   04:27 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku memang bukan bangsa manusia sepertimu, juga bukan bangsa jin. Kami adalah bangsa pertengahan."

Aku mengernyit, "Bangsa pertengahan? Apa maksudnya?"

"Iya pertengahan. Tapi juga bukan bangsa siluman, bukan bangsa yang lahir dari perpaduan jin dan manusia. Bukan. Kami bangsa yang diciptakan oleh leluhur kami dengan suatu teknologi. Kami bisa hidup di dua alam semau kami. Mau di dunia kalian, atau dunia astral. Tapi kami lebih suka hidup di dunia astral, karena tidak ada yang mengganggu. Justru bangsa kalian lah yang sering menjadi ancaman bagi kami, sehingga jarang kami memperlihatkan diri kalau kami ada." Ia terus bercerita panjang lebar. Sedangkan aku hanya bisa mendengarkan tanpa bisa berkata apa-apa.

"Jadi, bagaimana tentang tawaranku?"

Aku menelan ludah. Kuhamparkan pandangan ke sekitar. Semua tampak indah berkilauan. Tidak pernah aku lihat tempat semewah ini dalam hidupku.

"Tidak!" jawabku lugas.

Kulihat ia sedikit kaget. Terlihat dari pupil matanya yang sedikit membesar.

"Aku tetap akan hidup jadi manusia. Sebab aku terlahir sebagai manusia. Aku akan tetap menerima segala takdir yang sudah ditetapkan untukku. Meski seumur hidupku sampai mati, aku sudah berusaha tapi tetap saja aku hanya menjadi petani kecil, yang diremehkan, dihina, direndahkan. Tidak jadi soal. Aku lebih baik menjadi seperti sekarang asal tidak hilang kemanusiaanku." Entah dari mana kekuatan itu aku dapatkan hingga berani berkata demikian. Mendadak ada suatu kekuatan yang tidak bisa aku tolak. Padahal, kalau dilihat tawaran dari putri duyung itu sangat menggiurkan.

"Baiklah, Pangeran. Aku tidak akan mempermasalahkan pilihanmu. Aku akan menghormati pilihanmu. Bangsa kami bukanlah bangsa pemaksa. Aku akan hargai. Namun, jika sewaktu-waktu kau berubah pikiran, kau bisa sebut namaku tiga kali. Saat itu juga aku akan menjemputmu. Dengarkan baik-baik, namaku Dewi Amori!"

Blar!

Aku tersentak dari tidurku ketika mendengar petir barusan. Aku mengusap wajah. Sejenak termenung. Aku mencoba berpikir apa yang sesungguhnya tengah terjadi barusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun