Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ujaran Kebencian Merusak Republik

3 September 2020   11:05 Diperbarui: 3 September 2020   11:06 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan digital teknologi komunikasi dan informasi semakin memudahkan manusia untuk melakukan segala aktivitas. Jika digunakan secara benar, maka akan menghasilkan sesuatu yang positif dan baik bagi budaya demokrasi kebebasan berekspresi. Tapi jika tidak pandai dalam pemanfaatannya dengan benar, maka akan berdampak  buruk pada si pengguna media.

Jenkins, Ford & Green (2009) memandang digital teknologi komunikasi dan informasi telah melipatgandakan secara lebih cepat pesan media, yang melahirkan praktik nilai pada berbagai konten di media digital. Media Sosial, seperti facebook, twitter, instagram dan youtube adalah sebuah platform media digital yang amat berperan  di ruang publik, di mana bisa bertukar pikir gagasan praktik budaya demokrasi pada masyarakat. Melalui penyebaran informasi di platform media sosial tersebut, penggunanya dapat menyodorkan berbagai ragam konten secara independen.

Banyak pejabat publik yang juga memanfaatkan penggunaan teknologi, dan berselancar di media sosial untuk berhubungan dengan keluarga, kerabat, teman, dan juga masyarakat. Sebagai pengguna media sosial internet, sebagaimana masyarakat pada umumnya, maka harus mengetahui bahwa dalam dunia mayapun ada etika. Harus pandai-pandai dalam memanfaatkan perkembangan informasi yang berkembang secara pesat ini.

Seorang yang berprofesi sebagai pejabat publik, seperti Lurah, Camat, Walikota, dan lainnya, seharusnya lebih bijak dan beretika dalam menggunakan media sosial. 

Dalam tulisan, perilaku, dan perkataan, jangan sekali-sekali mengunggah berita hoaks ataupun ujaran kebencian untuk menggiring opini publik, seperti perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, propaganda, melecehkan, menghina, menghasut, menyerang 'lawan' yang memiliki perbedaan pandangan dan ideologi,serta mengadu domba pada segala aspek, semacam ras, suku, golongan, kelompok, gender, kepercayaan atau agama, bahkan hingga bullying kaum difabel dan orientasi seksual.

Karena seorang pejabat publik, kepatuhan etika profesi dan nilai moralitas dalam menggunakan media sosial menjadi sangat substansif. Teks apapun yang disodorkan dalamplatform media, akan menjadi sorotan publik. Jika kita lihat beberapa kasus di media sosial, hampir semua konflik yang muncul dan viral, selalu berawal dari ujaran kebencian dari individu atau kelompok yang memiliki pandangan berbeda terhadap kelompok yang lainnya, seperti pandangan politik, ekonomi, dan ideologi.

Seluruh negara memiliki aturan dan undang-undang yang berlaku mengenai ujaran kebencian atau hate speech di media sosial,termasuk di Indonesia sendiri. Surat Edaran oleh Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) No:SE/6/X/2015, pada kamis 8 oktober 2015. 

Ujaran kebencian didefinisikan sebagai "tindak pidana yang berbentuk, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan yang tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, penyebaran berita bohong, di mana semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial". Dari devinisi Surat Edaran di atas, setidaknya dapat digunakan sebagai indikator teks ujaran kebencian yang muncul di berbagai platform media saat ini.

Belum lama ini, selasa (1/9/20), penulis mendengar curhatan yang kurang menyenangkan dari seorang teman bernama Ahmad Dasuki. Teman penulis ini adalahseorang yang memimpin dari  sebuah Yayasan yang ada di kota mangga, Indramayu Jawa Barat.Ia juga menjabat sebagai Sekertaris Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kabupaten Indramayu.

Ahmad Dasuki bercerita kepada penulis, bahwa ada seorang pejabat publik di daerahnya yang melakukan ujaran  kebencian melalui whatsapp group(WAG), "Junti Subuh Jamaah AKB". Ia berprofesi sebagai camat di daerahnya Kecamatan Juntinyuat beranama M Nurul Huda.

Camat Juntinyuat, M Nurul Huda itu diduga melakukan ujaran kebencian terhadap GP Ansor, minggu (30/8/20). Camat itu mengirim sebuah video ke dalamchat room group WAG, konten tersebut adalah sebuah video GP Ansor yang sedang bershalawat di gereja dengan caption "???" pada pukul. 10.09 WIB. Faktanya adalah video yang berdurasi 2.38 menit yang diunggah oleh camat, adalah video Banser menyanyikan syair Abu Nawas, berjudul Munajat (I'tiraf, Ilahi las tulil firdaus...), bukanlah shalawat dan juga bukan bacaan Al-Quran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun