Mohon tunggu...
Ely Widyaswati
Ely Widyaswati Mohon Tunggu... Seorang Pembelajar

Mengukir nasihat melalui rangkaian kata yang tersirat makna. Mengikrar tenang atas rangkuman catatan bersarana pena. Semoga hal baik selalu menjumpai pada tiap-tiap bait yang ditafsirkan. Selamat menyelami selaksa kronik atas perjalanan yang disuguhkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menemukanmu di Waktu Dhuha

24 Juli 2025   11:54 Diperbarui: 24 Juli 2025   11:54 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waktu Dhuha | Sumber: Pinterest

"Jika kamu melihat seorang wanita yang begitu kuat, tangguh, dan mandiri, maka jangan melihat dia sekarang berdiri tegak disana begitu mengagumkan. Tapi tanyakanlah seberapa banyak hal, orang, peristiwa menyakitkan yang telah ia lewati, yang membuatnya semakin kuat dari hari ke hari."

Mushola kecil nan sederhana diujung gedung tempatnya belajar selalu menjadi ruang favorit yang ia singgahi kala jam istirahat berdenting. Aku mengamatinya dari jauh, selalu. Aku memperhati dengan penuh, merupa sederhananya mushola itu ia pun juga gadis yang teramat sederhana. Sampai-sampai aku hafal sekali sepasang sepatu yang ia selalu tata rapi. Rasanya tempat itu tak pernah berdebu kecuali hari sabtu dan minggu, ketika ia absen dari gedung tempatnya belajar. Sorot matanya teduh, langkahnya begitu menentramkan. Seolah-olah memberi pesan mendalam untuk mengenalnya; mengenal kebaikan hatinya. Dhuha, waktu mustajabnya doa. Semoga mustajab pula harapanku untuk mengenalnya.

Tuhan seakan mendengar doaku. Tibalah kesempatan baik itu, hatiku berdegup kencang kala menatapnya dari jarak yang sebelumnya tak pernah sedekat ini. Ia yang masih duduk digelaran sajadah dalam mushola, bermukena biru muda. Tersenyum anggun menatapku yang tergopoh-gopoh dari luar, mencari jawab mengapa gedung tempat belajar ini masih sepi. Padahal seharusnya sudah ada beberapa yang harus berkemas untuk melanjutkan langkah menuju tujuan selanjutnya. Ia bertanya lugu sebab kebingunganku, aku pun mendekat dan tepat duduk di depan pintu mushola itu. Ia kembali menatapku, aku tak tahu mungkinkah hatinya berdegup seirama dengan degup hatiku. Aku coba ajukan beberapa kata untuk membuka celah dingin percakapan. Ia memberikan atensi, sambil melipat mukena biru mudanya. Aku dan dirinya lalu bercakap-cakap entahlah aku lupa kala itu hingga berapa menit aku dan dirinya berbincang bersama, namun yang kuingat ia memberikan pesan "Sejauh apapun kamu melangkah, sesibuk apapun waktumu untuk mengejar cita, tetap berkabar dan meminta doa restu orang tua ya, terutama ibu. Jangan pernah lupakan itu!". Setelah kalimatnya selesai, aku kemudian pamit dan bergegas pulang untuk mengemas barang-barang yang nantinya kupergunakan untuk melanjutkan perjalanan, ya dengan gadis sederhana itu tentunya. Sebab Tuhan Maha Baik, seolah memberi kesempatan dan mengizinkanku beserta dirinya berada dalam satu kontingen yang sama, saling merajut cita.

Mengapa saat kesempatan itu, aku jarang sekali berani mengajaknya berbicara lebih banyak. Menanyakan setiap hal yang barangkali dapat membuka sisi terdalamnya hatiku. Menjadi titik balikku. Saat bus melaju, aku duduk paling belakang. Sedang ia duduk paling depan dengan teman-teman perempuannya. Berjauhan, namun rasa ingin mengenalnya masih saja menggebu didalam hatiku. Kala itu, sempat mataku dan matanya saling tertuju pandang. Kilas memori yang sekan terarsipkan dengan rapi. Tentangnya, tak akan cukup untuk kuutarakan dalam lembaran kata. Ia terlampau istimewa, ia insan yang sederhana. Entah bagaimana aku dapat mendiskripsikannya, nilai hidup dan prinsipnya memancarkan keindahan yang tak semua perempuan memilikinya. Semoga, ada kesempatan untuk kembali dipertemukan, untuk kembali berbincang tak berkesudahan. Semoga ia dapat kuperjuangkan. Layaknya keteguhan hati untuk menjaga dua rakaat dhuhanya yang menyiratkan arti bagiku, bahwa "Dhuhamu di waktu gadis akan menentukan ladang rezekimu nanti setelah menikah, karena tirakatmu sekarang menentukan nasib suami dan keturunanmu dimasa depan."

Semoga takdir baik itu berpihak kembali kepadaku. Semoga Tuhan mengizinkan untukku bertemu kembali dengannya, semoga kita dapat dipertemukan dalam keadaan yang lebih baik dan mendapatkan kabar baik. Itu harapanku, itu tutur terakhirku yang kusematkan pada pesan lama untuknya. Semoga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun