Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Kartini: Mengubah Narasi Domestifikasi Menjadi Pembebasan Perempuan

21 April 2023   22:49 Diperbarui: 21 April 2023   23:02 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kartini diakui sebagai pahlawan nasional karena perjuangannya dalam memberikan hak pendidikan bagi perempuan pada masa feodalisme dan kolonialisme di Indonesia. Namun, penggambaran Kartini seringkali hanya didominasi oleh citra emansipasi dan pelekatannya dengan dunia perempuan, seperti sifat yang pendiam dan lembut, mengenakan kebaya dan sanggul, serta menjadi perempuan domestik yang memperjuangkan pendidikan namun tidak melupakan kodratnya.

Padahal, sosok Kartini sebenarnya sangat progresif. Melalui perjuangannya dalam memberikan hak pendidikan bagi perempuan, ia juga melawan feodalisme, tradisi patriarki, dan kapitalisasi dunia pendidikan yang saat itu hanya dikuasai oleh kulit putih dan kelompok elit. Oleh karena itu, perayaan Hari Kartini pada setiap tanggal 21 April seharusnya bukan hanya menjadi sekadar ucapan "Selamat Hari Kartini". 

Namun, kita harus mulai melihat esensi dari perjuangannya, yaitu pemberontakan terhadap pembatasan hak hanya karena tersemat identitas "perempuan". Sebagai perempuan ningrat yang tumbuh di dua lingkungan budaya patriarki sekaligus-feodalisme dan kolonialisme, Kartini harus berjuang melawan larangan dan stigma yang sering kali menjadi kungkungan tersendiri.

Tanpa memahami makna tersebut, maka perayaan Hari Kartini hanya akan menjadi formalitas belaka, terutama jika hanya digunakan untuk meramaikan suasana tanpa memperhatikan makna sebenarnya. Bahkan, jika hanya mengambil makna Hari Kartini yang sempit sebagai "merayakannya dengan berkebaya dan menghegemoni peran domestik perempuan".

Perjuangan Kartini bukan hanya tentang emansipasi perempuan, tetapi juga tentang perjuangan feminisme. Pada masa Orde Baru (Orba), Hari Kartini digunakan untuk menciptakan kondisi yang bertentangan dengan cita-cita yang diperjuangkan oleh Kartini. Narasi emansipasi versi Orba justru memperkuat domestifikasi peran perempuan. 

Melalui organisasi, kebijakan, dan regulasi yang dibuat oleh Negara, Hari Kartini seharusnya menjadi kisah perjuangan pembebasan perempuan, tetapi justru diubah menjadi narasi peran domestik perempuan. 

Perjuangan kemerdekaan perempuan yang diperjuangkan oleh Kartini akhirnya diubah menjadi nuansa feudal dan hierarkis seperti pada Dharma Wanita dan organisasi serta kegiatan lainnya. Hari ini seharusnya menjadi tentang perjuangan Kartini untuk kedaulatan perempuan atas tubuh mereka.

Meskipun tulisan tersebut lebih banyak berfokus pada perjuangan Kartini dan peran perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka, namun tidak dapat dipungkiri bahwa peran laki-laki juga penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Dalam tulisan tersebut, perjuangan Kartini untuk hak pendidikan bagi perempuan tidak dapat dicapai tanpa dukungan dan bantuan dari keluarga, teman, dan juga para laki-laki yang turut memperjuangkan hak-hak perempuan.

Benar, sebenarnya peran laki-laki dalam perjuangan kesetaraan gender dan Hari Kartini tidak hanya terbatas pada dukungan dan bantuan kepada perempuan. Laki-laki juga memiliki peran penting dalam menghilangkan diskriminasi gender dan menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pekerjaan, politik, dan kehidupan sosial. 

Selain itu, laki-laki juga harus berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua orang tanpa memandang jenis kelamin. Laki-laki dapat menjadi agen perubahan dengan cara memperjuangkan keadilan gender, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender, dan menempatkan diri mereka sebagai sekutu dalam gerakan feminisme.

Di samping itu, dalam lingkungan keluarga, laki-laki juga dapat berperan sebagai pembawa perubahan dengan memperjuangkan hak-hak istri dan anak perempuan mereka dalam hal pendidikan, kesehatan, dan kesetaraan hak-hak lainnya. Oleh karena itu, peran laki-laki sangat penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan memastikan bahwa semua orang, termasuk perempuan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi dalam masyarakat.

Peran anak muda dalam perjuangan Kartini sangatlah penting karena mereka adalah generasi penerus yang akan meneruskan perjuangan Kartini dan menjadikan makna peringatan Hari Kartini menjadi lebih luas. Anak muda dapat berkontribusi dengan memberikan pemahaman yang lebih luas tentang perjuangan Kartini dan mengedukasi masyarakat mengenai hak-hak perempuan. 

Anak muda juga dapat menjadi agen perubahan dengan terlibat aktif dalam organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak-hak perempuan, mengikuti aksi-aksi yang berkaitan dengan isu perempuan, serta menggunakan media sosial untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mengampanyekan kesetaraan gender. Mereka dapat memperjuangkan hak-hak perempuan dengan mengedukasi diri dan orang lain tentang pentingnya kesetaraan gender.

Dalam lingkup pendidikan, anak muda dapat memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan dan mendukung program-program yang memperjuangkan akses pendidikan yang setara antara perempuan dan laki-laki. Mereka juga dapat menjadi contoh bagi teman-teman sebayanya dengan memperlihatkan kesetaraan gender di dalam kehidupan sehari-hari. 

Secara keseluruhan, peran anak muda dalam perjuangan Kartini sangatlah penting untuk meneruskan perjuangan Kartini dalam mengadvokasi hak-hak perempuan dan menjadikan makna peringatan Hari Kartini lebih luas serta lebih berarti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun