Jika takut adalah rasa,Â
Bisakah pelajaran hidup menjadi indra-nya?Â
Menjadi yang paling peka untuk menghardik takut,Â
Dan yang paling dahulu menjemput diri untuk kembali takwa..
Atau, bila mungkin benar takut adalah rasa,
Bolehkah diri merengkuhnya, membisikkan pada setiap saraf-saraf yang menerima rasa tentang potret diri yang telah dan tengah ku bangun.Â
Agar pergi dia segera, tanpa pamit dan tanpa meninggalkan beban.
Kalaupun takut datang sebagai rasa, pada diri yang sering kali berlaku tak sehat,
Biarlah dirinya duduk hikmat, menyantap sajian iklas yang nikmat
Biarlah dirinya membawakanku cermin pengingat,Â
Akan taurat, akan berkat, akan sifat yang tak jarang tak bertobat, akan kualat, akan obat...