Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suka Duka Tinggal di Rumah Orang Lain: Jadi Upik Abu, Tukang Ojeg, hingga Diperlakukan seperti Anak Sendiri (2)

6 Agustus 2020   15:06 Diperbarui: 6 Agustus 2020   16:54 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Minta tolong antarin adikmu ke sekolah ya, Vi. Dia gak biasa jalan kaki, ibu masih masak, tanggung kalo harus mengantar dia ke sekolah." Teriakan ibu kost terdengar dari dapur. "Pas lah itu, habis mengantar adikmu, kamu mandibdan berangkat kerja." 

Saya terpaksa mengantar anak ibu kost ke sekolah. Dalam hati berharap, semoga ini tidak menjadi kewajiban setiap pagi. Pengalaman di desa saat tinggal di rumah kades masih membekas sampai sekarang.

Tapi, setelah itu, setiap pagi kamar saya diketok, dimintai tolong untuk mengantar anak ibu kost ke sekolah. Kadang, jika benar-benar mengantuk, saya pura-pura tidak mendengar. Anak ibu kost kadang sampai menangis di depan kamar saya karena saya tak kunjung membuka pintu kamar. Jika saya pulang ke kost siang hari untuk makan siang, ibu kost juga meminta saya menjemput anaknya dulu saat jam pulang sekolah baru saya balik lagi ke studio. Akhirnya, saya lebih sering masak di studio dan tidak pulang ke kost saat jam makan siang. Ibu kost akan menelpon saya berkali-kali, mengingatkan saya untuk menjemput anaknya di sekolah. Dan selalu saya jawab, saya tidak bisa keluar dari studio karena banyak pekerjaan. 

Lain waktu, si ibu kost meminta saya menggantikan dia datang ke sekolah untuk rapat wali murid. Padahal sekolah anaknya, hanya berbatasan tembok dengan pagar rumahnya. Oh iya, ibu kost ini punya dua orang anak. Yang satu sekolah di Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), jarak sekolahnya tidak sampai 1 kilometer dari rumahnya. Anak ibu kost yang satunya sekolah di sekolah dasar (SD). Sekolah yang jaraknya hanya berbatasan dengan tembok pagar rumah ibu kost. Ibu kost ini bukan ibu pekerja kantoran, sehari-hari lebih sering mengawasi kontrakan kamar yang dia miliki. Suaminya jarang di rumah, karena punya usaha di luar kota. 

Saya mulai merasa tidak betah. Saya bayar sewa kamar kost supaya saya nyaman bekerja dan bisa istirahat yang cukup. Tapi, jika urusan antar anak sekolah, bahkan sampai urusan rapat wali murid dibebankan ke saya, itu sudah di luar kewajaran tugas saya untuk membantu pemilik kost. 

Belum genap sebulan, saya sudah pindah kost. Dan di tempat kost yang baru, saya bisa bertahan hingga 4 bulan. Setelah ada tambahan beberapa kru di radio, saya balik lagi tinggal di rumah saya sendiri. Meskipun sudah balik lagi ke rumah sendiri, uang sewa kamar kost yang tiap bulan diberikan bos, tetap diakumulasi dalam gaji bulanan saya.

Bos saya bilang, "anggap saja itu untuk mengganti biaya transportasi dari rumah kamu ke studio. Kadang, dalam bekerja itu, bukan hanya soal kamu disiplin atau tidak. Tapi, kamu paham mana yang pantas, dan mana yang tidak pantas. Itu sebabnya saya tidak pernah marah setiap melihat kamu ketiduran di studio. Karena saya paham bagaimana lelahnya kamu mengurus radio sendirian." 

Nah, jadi ibu kost juga harusnya paham. Mana yang pantas dan mana yang tidak pantas saat meminta bantuan dari anak kost. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun