Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menelisik Sejarah KUA - Kantor Urusan Agama (KUA Kecamatan Ciawi)

4 Juli 2023   18:45 Diperbarui: 26 Juli 2024   12:16 1336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agustus 2016. Elvi, Bahrul dan Irin "menyambut" monitoring, H. Aldin, Kabid Urais Kanwil Jabar berkunjung ke KUA Ciawi 

Kantor Urusan Agama atau KUA adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. KUA berkedudukan di Kecamatan dengan wilayah layanan berbasis wilayah administrasi pemerintahan kecamatan. KUA mempunyai tugas melaksanakan bimbingan masyarakat Islam dan layanan keagamaan sesuai peraturan perundang-undangan.

1. Sejarah KUA (Kantor Urusan Agama)

Secara historis, bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram, jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di bidang kepenghuluan.

Sejalan dengan itu, menurut sosiolog Belanda, Karl Steenbrink, KUA Kecamatan secara kelembagaan telah ada jauh sebelum Depertemen Agama itu sendiri berdiri secara resmi. Pada masa kolonial, unit kerja dengan tugas dan fungsi seperti KUA sekarang ini, telah diatur dan diurus  di bawah lembaga Kantor Voor Inslanche Zaken (Kantor Urusan Pribumi - bagi yang beragama Islam) yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut umat Islam yang merupakan produk pribumi. Kelembagaan ini kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Jepang melalui lembaga dengan bidang garap tugas dan fungsi yang sama, dimana lembaga tersebut disebut dengan Shumubu.

Pada masa pameritahan Kolonial Belanda tersebut, regulasi Huwelijk Ordonatie S. 1929 NO. 348 jo S. 1931 NO.467, Vorstenladsche Huwelijk Ordoatie S. 1933 NO. 98 dan Huwelijs Ordoatie Buetengewesten S. 1932 NO. 482 mengatur tentang Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta.

Untuk Daerah Vortenlanden (satu istilah yang dipakai pada sejarah Jawa untuk menyebut daerah-daerah yang berada di bawah otoritas empat kerajaan asli Jawa pecahan kerajaan Mataram Islam yaitu Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, Kasunanan Surakarta, serta Kadipaten Pakualaman) dan selain dari itu diatur dengan Ordonansi tersendiri. Lembaga tersebut dibawah pengawasan para Bupati. Sementara gaji para karyawannya diperoleh dari pengumpulan biaya talak dan rujuk yang dihimpun dalam kas masjid.

Pada masa pemerintahan Pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1943 inilah Pemerintah Jepang mendirikan  Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Kepala Shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura yang pertama adalah KH. Hasim Asy'ari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri Jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Kemudian KH. Hasyim Asy'ari menyerahkan pelaksananya kepada puteranya yaitu KH. Wahid Hasyim sampai akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945. Orang Jawa Barat dulu secara umum menyebut tempat pernikahan  sebagai "Bale Nyungcung" yang lokasinya dekat dengan Masjid Besar.

Pada masa kemerdekaan, KUA Kecamatan dikukuhkan melalui Undang-undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk (NTCR). Undang-undang ini diakui sebagai pijakan legal bagi berdirinya KUA Kecamatan. Kewenangan KUA  yang cukup luas berdasar UU ini (meliputi  Nikah Rujuk (NR), Talak dan Cerai), dengan berlakunya UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan dengan PP. No. 9 tahun 1975, berubah sebatas nikah dan rujuk sedangkan  masalah talak dan cerai  diserahkan kepada Pengadilan Agama.

KUA bisa dikatakan merupakan cikal bakal dari Departemen/Kementerian Agama yang pada awalnya merupakan lembaga swasta yang mengurusi kepenghuluan.

September 2016, KUA Ciawi menempati salah satu bangunan Wisma Ciawi di komplek UPQ Ciawi, rusak berat ruang utama tidak berplafon
September 2016, KUA Ciawi menempati salah satu bangunan Wisma Ciawi di komplek UPQ Ciawi, rusak berat ruang utama tidak berplafon

2. Sejarah KUA Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

KUA Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat   merupakan salah satu KUA tertua dari 5.945 KUA Kecamatan di lingkungan Kantor Kementerian Agama  Republik Indonesia.  KUA Kecamatan Ciawi berdiri pada tahun 1918 (seribu sembilan ratus delapan belas), jauh sebelum Departemen atau Kementerian Agama itu sendiri berdiri  pada 3 Januari 1946.  Hanya saja, tidak atau belum didapatkan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan terkait apa sebutan atau nama KUA pada saat itu. Boleh jadi belum Bernama KUA, sebab pada jaman penjajahan Jepang saja, nama lembaga yang mengurusi agama dan seputar pernikahan atau lembaga kepenghuluan masih bernama Kantor Shumubu, sebagaimana dijelaskan sebelum ini.

Pada awal berdirinya, KUA Ciawi dipimpin oleh Raden H. Moh Nuh,  kemudian digantikan oleh Rd. H. Jassin yang meninggal pada tahun 1927, selanjutnya  H. Raden Mochammad Ranna (wafat 1939). Masa kepemimpinan berikutnya, yang dikenal sebagai pemimpin yang sangat jujur, adalah Raden Mas Rais. Pada tahun 1946 digantikan oleh Raden E. Bachrom. Pada waktu ini tata persuratan (begitu juga Surat Nikah) belum sebagus saat ini, semua masih serba sederhana. Hal ini  berlanjut dari tahun ke tahun. Wilayah KUA Ciawi kala itu meliputi Cijeruk, Bogor dan Cisarua (yang kemudian masing-masing menjadi KUA kecamatan tersendiri).

KUA Ciawi pada saat itu melayani urusan kepenghuluan, bertempat di Masjid Baiturrahmah Kaum Ciawi, Desa Bendungan, Kecamatan Ciawi. Hingga pada tahun 1957 ada perluasan bangunan masjid, sehingga urusan kepenghuluan pindah menggunakan majelis taklim bekas bangunan Taman Kanak-kanak (TK). Dimana area lahan ini semua  adalah milik Yayasan Pendidikan Pemuda Islam atau dikenal dengan nama YPPI Ciawi. Artinya sejak berdirinya KUA Ciawi telah menjadi bagian dari lahan wakaf ini, dari menempati area dalam  masjid hinggga menggunakan bangunan TK sejak tahun 1957.

Akhirnya KUA Ciawi diresmikan pada tanggal 3 Januari 1946, bersamaan dengan dibentuknya Departemen /Kementerian Agama. Kendati demikian, terkait pencatatan  pernikahan secara lebih tertib dan teratur baru terjadi setelah diundangkannya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.

Begitulah keterangan yang dihimpun dari warga sekitar yang masih kerabat dekat dari pimpinan pertama pada forum rapat yang membahas keberadaan KUA Kecamatan Ciawi pada tanggal 1 Februari  2016 dan sumber kepustakaan lainnya.

a. KUA Ciawi: Banguan Sendiri di Tanah Wakaf

Berdasarkan keterangan pihak YPPI, KUA Ciawi telah menempati bangunan sendiri, terpisah dari bangunan-bangunan lain (baik masjid maupun  majelis taklim) sejak tahun 1972. Dan sekitar tahun 1984, KUA mendapatkan bantuan dana dari Kementerian Agama. KUA pun dibangun kembali secara lebih representatif di area lahan tanah wakaf  YPPI. Pembangunan berlangsung lancar dan tidak ada pihak-pihak yang merasa keberatan.

Setelah renovasi ringan, KUA Ciawi memperoleh beberapa penghargaan tingkat nasional
Setelah renovasi ringan, KUA Ciawi memperoleh beberapa penghargaan tingkat nasional

b. Babak Baru: Bukan Tanah Wakaf!

Terkait tanah KUA Kecamatan Ciawi, dari sejak awal berdirinya, selama itu dipahami oleh pihak Kementerian Agama Kabupaten Bogor sebagai KUA yang dibangun di atas tanah wakaf dari Raden H. Mochammad Soleh bin Raden Bradjakusumah yang semasa hidupnya menyatakan mewakafkan sebidang tanah hak milik almarhum sendiri. Tanah dan bangunan wakaf tersebut diperuntukkan untuk masjid/madrasah dan sarana agama lainnya. Hal ini bisa dilihat dalam fotocopi dokumen "SURAT PERNYATAAN WAKIF" bertanggal 10 November 1976, beralamat di jalan Raya Mayor K.H. Toha Seuseupan Kaum No. 22 Desa Bendungan, Kecamatan Ciawi. Dalam Surat Permohonan Pengesahan Tanah Wakaf untuk Sarana Keagamaan (Masjid, Madrasah dll.), disitu juga tertera kata "Masjid, madrasah dll". Kata atau akronim"dll" dipahami bahwa KUA termasuk di dalamnya, sehingga pada saat itu tidak ada pemikiran bahwa suatu saat KUA Ciawi akan dinyatakan sebagai bukan bagian dari wakaf tersebut. Kondisi kondusif akan keyakinan bahwa KUA Ciawi bagian dari tanah wakaf YPPI mulai "buram" pada tahun 2015. 

Secara mengejutkan pada pertengahan tahun 2015 pihak Yayasan (YPPI) yang membawahi tanah wakaf yang telah berdiri bangunan-bangunan (masjid, sekolah dan KUA) di atasnya dengan hormat menyatakan kepada Kepala KUA saat itu, Drs H. Dadang, secara lisan, bahwa mereka bermaksud menggunakan tanah / bangunan KUA untuk dipergunakan Yayasan sebagai bagian dari sarana pendidikan, tepatkan akan dijadikan Kantor Sekolah SLTP YPPI Ciawi. 

Pernyataan lisan ini kemudian disusul dengan surat dari Pimpinan Yayasan Pendidikan Pemuda Islam (YPPI) Ciawi No. 058/YPPI/SPM/IX/2015, Perihal Penggunaan Gedung KUA Ciawi, Tanggal  10 Agustus 2015, dan Surat Nomor 026/ YPPI/ SPM/ IX/ 2015, Perihal Permohonan Penggunaan Lahan KUA Ciawi, Tanggal 22 September 2015 yang intinya memohon agar KUA bisa segera pindah sehubungan kebutuhan Yayasan hendak menggunakan lahan tersebut.

Berdasar penjelasan dari pihak Yayasan, bahwa KUA Ciawi bukanlah bagian dari wakaf. Sementara di pihak lain, dari data lisan beberapa masyarakat yang ada hubungan kekeluargaan cukup dekat dengan pihak wakif menyatakan, bahwa KUA adalah bagian dari lahan wakaf sejak tahun 1918. Ini diperkuat dengan adanya dokumen yang ada, yaitu fotocopi dokumen "SURAT PERNYATAAN WAKIF" bertanggal 10 November 1976, beralamat di Jalan Raya Mayor K.H. Toha Seuseupan Kaum No. 22 Desa Bendungan, Kecamatan Ciawi, dimana dalam Surat Permohonan Pengesahan Tanah Wakaf itu diperuntukkan Sarana Keagamaan (Masjid, Madrasah dll.), disitu juga tertera kata "Masjid, madrasah dll". Kata "dll" sebagaimana telah diuraikan terdahulu bisa dipahami oleh pihak Kemenag Kab. Bogor, bahwa KUA termasuk di dalamnya, bagian dari wakaf.

 Namun kenyataan, dokumen setelahnya, yaitu pada Sertifikat Tanah yang pertama kali  diterbitkan pada 3 Pebruari 1992 dengan Daftar isian 208 nomor 100 / 1992 dan Daftar Isian 307 nomor 1212/ 1992 NOMOR 132 tahun 1992, berseri 10.10.18.06.1.001a2, pada kolom SEBAB PERUBAHAN tertera "DIWAKAFKAN untuk keperluan Pemb. Masjid Jami berdasarkan akta pengganti Akta Ikrar Wakaf  Tanggal 8 -- 08 -- 1981", dan seterusnya. Pada sertifikat ini tertera peruntukan wakaf yang sedianya untuk "masjid/madrasah dan sarana agama lainnya" berubah  menjadi "untuk keperluan Pemb. Masjid Jami".

Agustus, 2016. Elvi  A. Afandi, Irin Thohirin dan Bahrul Ulum koordinasi bersama Dedi Rosyadi Perencana Sekjen Kemenag RI. (Foto diambil oleh Suridi)
Agustus, 2016. Elvi  A. Afandi, Irin Thohirin dan Bahrul Ulum koordinasi bersama Dedi Rosyadi Perencana Sekjen Kemenag RI. (Foto diambil oleh Suridi)

Kenyataan ini disikapi pihak KUA, dalam hal ini Kepala KUA pada saat itu, H. Dadang, dengan melakukan langkah-langkah administratif. Beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan baik secara lisan maupun tertulis kepada Pimpinan terkai,t antara lain Kepala Seksi Urais dan Kepala Kemenag Kab. Bogor dengan tembusan Kemenag RI melalui Dirjen terkait. Disamping itu telah diupayakan pencarian lahan yang representatif, namun masih terkendala oleh biaya. Upaya lainnya adalah melakukan pendekatan dengan pihak Pengelola YPI  yang saat itu populer disebut Wisma Kemenag  (milik Kemenag RI satu komplek dengan UPQ -Unit Percetakan Al Quran),  berlokasi di Jalan Raya Puncak Km. 65,5 Ciawi, dengan tujuan agar mendapatkan ijin sementara untuk menempati salah satu bangunan disana. Namun hingga H. Dadang dipindahtugaskan ke Parung (Juni 2016) belum ada titik terang untuk bisa menempati (meminjam atau sewa) sebagian gedung Wisma Ciawi tersebut baik sementara apalagi permanen.

Semasa kepemimpinan H. Dadang, beberapa kali hadir baik dari pihak  Kemenag Kab. Bogor maupun Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat guna  meninjau dan meminta keterangan yang diperlukan terkait keberadaan KUA Ciawi untuk bisa selanjutnya menentukan langkah-langkah penyelesaian (masalah  lahan dan gedung KUA). 

Pada pertengahan tahun 2015, Sigit Kamseno, staf Bimas Islam Kemenag RI di Jakarta yang dipercaya juga sebagai jurnalis Kemenag untuk kebutuhan Majalah Bimas Islam, berkunjung ke KUA Ciaw. Sigit  bermaksud menemui Kepala KUA untuk memperoleh penjelasan perihal keberadaan dan status lahan / gedung KUA Ciawi berikut langkah-langkah yang pernah ditempuh dan capaiannya. Ini menjadi bagian dari liputan berita yang yang akan dibuat Sigit, dengan tujuan dapat mendorong percepatan penangan kasus-kasus KUA yang belum memiliki atau bermasalah kepemilikan lahan atau gedungnya. Namun sayang,  Kepala KUA tidak dapat menemuinya dikarenakan sakit. Sementara staf KUA yang jumlahnya terbatas sangat sibuk dengan pelayanan masyarakat. Akhirnya, Sigit ditemui oleh Penyuluh Agama Islam Ciawi saat itu, Elvi Anita Afandi.  

Pada Juni 2016, posisi Kepala KUA Ciawi H. Dadang diganti oleh H. Irin Thohirin yang sebelumnya adalah  Kepala KUA Cisarua. Dalam awal-awal masa jabatan beliau ini, pihak YPPI lebih intens berkoordinasi terkait bagaimana agar pihak Yayasan bisa segera menggunakan gedung KUA tersebut.

Langkah-langkah administratifpun dilakukan segera agar aparat yang berdinas di KUA Ciawi segera mendapatkan ketetapan yang pasti terkait gedung KUA, sehingga pelayanan kepada masyarakat bisa tetap dilaksanakan dan berjalan lancar dan nyaman tanpa beban psikologis aparatnya yang merasa agak terganggu dengan "gugatan" halus ini.

Irin, mempercayakan langkah-langkah berikutnya kepada Elvi, untuk membantu percepatan pengadaan lahan dan bangunan KUA, apapun caranya: kontrak, pinjam ataupun membeli. Keduanya merancang upaya-upaya strategis dan dilaksanakan secara intensif, dengan fokus pada menjalin koordinasi dengan stakeholder terkait serta menyiapkan dokumen- dokumen surat-surat yang dibutuhkan.

Agustus 2016. Elvi, Bahrul dan Irin
Agustus 2016. Elvi, Bahrul dan Irin "menyambut" monitoring, H. Aldin, Kabid Urais Kanwil Jabar berkunjung ke KUA Ciawi 

Langkah awal antara lain bersilaturrahim menghadap Pimpinan Pengelola Wisma Kemenag, Saiful, saat itu, di Kantor Wisma Kemenag, tanggal 14 dan 15 Juli 2016. Agendanya mengkonsultasikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa ditempuh untuk membantu pemecahan masalah KUA Ciawi tersebut. Juga dengan Pimpinan UPQ, pada hari yang sama, dalam hal ini dengan Kepala Sub Bagian  Tata Usaha Unit Percetakan Al Quran (UPQ), H. Haris. Haris memberikan semacam titik terang, karena kebetulan UPQ dan KUA sama-sama merupakan garapan Bimas Islam. Pada saat itu juga beliau menjanjikan untuk menyampaikan secara lisan maksud kedantangan kami (Kepala KUA dan Penyuluh Agama Kec. Ciawi) dalam rapat di Pusat yang diadakan siang hari itu juga. Harus juga menyarankan langkah-langkah administratif yang harus ditempuh dan pihak KUA agar menyiapkan segala sesuatunya.

Melalui Saiful, Haris dan staf bagian keamanan yaitu Suridi, kami (KUA) dapat menjalin komunikasi dengan pejabat Kemenag Pusat terkait. Berbagai pendekatan-pun dilakukan. Hasil dari pendekatan ini, beberapa kali pertemuan terselenggara, termasuk bersilaturrahim ke Jakarta dimana Bahrul Ulum - Kasi Urais Kemenag Kab. Bogor saat itu, Irin, Suridi, dan Elvi menemui Kepala Bagian Perencana Sekjen Kemenag RI saat itu, Dedi Rosyadi. Sesekali Elvi ke Jakarta sendiri menemui Dedi atau bagian AKLAB BMN, Nina untuk akselerasi proses pemecahan masalah. Dedi sempat bertandang ke KUA Ciawi, bahkan bertanya, kira-kira gedung yang mana yang sesuai yang akan dimanfaatkan oleh KUA Ciawi. Pada saat itu Elvi secara spontan memilih Gedung C, gedung sayap paling kanan, paling depan dalam area UPQ, berdekatan dengan Polsek Ciawi. Atas arahan dan banyaknya bantuan dari Dedi, berbagai terobosan birokratis menjadi terasa lebih mudah.

Rapat Koordinasi berikutnya dilaksanakan di aula kecil Wisma Ciawi. Hadir  beberapa pejabat dari Sekjen Pusat -- beberapa Kabag, Seksi AKLAB BMN, dan beberapa staf, Kepala Bidang URAIS Kanwil Jawa Barat, PLT Kepala Kemenag, H. Sihabudin (karena pada saat itu Kepala Kemenag definitf, H. Dadang Ramdhani menunaikan haji), H. Bahrul Ulum,  beberapa  pegawai Wisma Ciawi - Saiful, Suridi, Irin Thohirin, Elvi dan beberapa personil lain pun digelar pada Jumat 26 Agustus 2016. Sedianya Kepala Biro bermaksud hadir, namun dikarenakan adanya kegiatan yang tidak bisa diwakilkan, rapat berjalan tanpa beliau. 

Hasil pertemuaan pada prinsipnya adalah menyetujui KUA Ciawi secara permanen menempati Gedung C (paling depan) untuk digunakan keperluan pelayanan masyarakat berkaitan dengan Kantor Urusan Agama dengan beberapa ketentuan sebagimana kemudian diktum ketentuannya dilampirkan dalam Berita Acara Serah Terima dan Surat Pernyataan Penggunaan Tanah dan Bangunan Gedung C pada Wisma atau UPQ Ciawi Kementerian Agama RI. Surat ini mengalami perbaikan beberapa kali dan final redaksinya setelah kedatangan Kepala Kemenag definitif dari ibadah haji.

Hari yang ditunggu-tunggu oleh segenap aparat KUA Ciawi pun tiba. Pada Rabu, 7 September 2016, KUA Ciawi resmi berpindah dari KUA Ciawi di Seuseupan Kaum ke Gedung C Wisma/UPQ Ciawi Kementerian Agama yang beralamat di Jalan Raya Puncak Km. 65,5 No 76 Ciawi, Bogor Kode   pos 16720 dengan kondisi yang masih sangat perlu perbaikan disana sini, karena ada beberapa bagian yang rusak berat, dimana ruang utama tidak berplafon. Perbaikan dilakukan disana sini dengan dana seadanya saat itu. Dokumen-dokumen kronologis kepindahan dan peralihan - penggunaan lahan dan gedung disimpan di KUA Kecamatan Ciawi.

Sejak kepindahannya KUA Ciawi terus berbenah, hingga Irin dipindahtugaskan ke KUA Kecamatan Gunung Puteri dan digantikan H. Roby Syamsi. Elvi yang pernah menjurai ajang penyuluh teladan nasional tahun 2013 juga dipindahtugaskan ke KUA Kecamatan Megamendung pada 1 April 2017, dan pada 1 Juli 2019 dipindahtugaskan lagi ke Kecamatan Cisarua .  Baru pada 1 September 2022, Elvi kembali tugas ke KUA Ciawi sekaligus Kecamatan Cigombong atas permohoannya dengan alasan efektifitas dan efisiensi tugas.

Belum genap setahun Roby memimpin, tahun 2018 KUA Ciawi terpilih sebagai KUA Percontohan Teladan Tingkat Nasional peringkat II. Konsolidasi Roby patut diacungi jempol, karena berhasil mengkoordinasikan potensi yang ada menjadi satu kekuatan mewujudkan KUA Ciawi sebagai KUA percontohan. Setelah Roby, Didin Najmudin mempimpin. Didin juga membuat prestasi gemilang dengan menjuarai lomba Qiroatul Qutub antar kepala KUA Tingkat Nasional.

Pada 20 Maret 2023 KUA Ciawi sementara mengontrak di rumah di dekat Masjid Amaliah Ciawi karena Kemenag RI membangun KUA Kecamatan Ciawi menjadi KUA baru dengan Gedung tingkat dua yang prestisius, di depan bangunan KUA Ciawi yang bakal diratakan. Saat tulisan ini terbit dalam proses penyelesaian 80%.

Rumah yang dikontrak sementara untuk layanan KUA Kecamaatan Ciawi
Rumah yang dikontrak sementara untuk layanan KUA Kecamaatan Ciawi

Kehadiran gedung KUA Ciawi  sekarang ini tidak luput  dari amal jariyah yang ditorehkan beliau-beliau beliau-beliau yang akhirnya wafat sebelum melihat gedung KUA yang dalam proses pembangunan ini. Beliau adalah Almh. Irin Thohirin, Kepala KUA saat itu dan Almrh. Suridi, Satpam Wisma Ciawi yang sangat baik dan selalu membantu tanpa ada imbalan apapun. Semoga Allah Swt merahmati keduanya dengan rahman rahimNya.

Berikut adalah daftar nama pimpinan KUA (atau nama lainnya selain KUA) Ciawi sejak didirikan:

No.

Nama

Masa Jabatan

1.

Raden H. Moh Nuh

1918 -

2

Raden H. Jassin

(wafat 1927)

3

Raden Mochammad Ranna

(wafat 1939)

4

Raden Mas Rais

s/d

5

Raden E Machrom

1946 s/d 1972

6

Raden H. Hidayat

1972 s/d 1976

7

Raden H. Mochammad Chotib

1976 s/d 1980

8

H. L. Burhan

1980 s/d 1986

9

Drs. H. Babun Abdullah

1986 s/d 1990

10

H. R. Badri Efendi

1990 s/d 1994

11

Drs. Didin Badrudin

1994 s/d 1999

12

Drs. Sofyan Sauri

1999 s/d 2002

13

Drs. Syarifudin

2002 s/d 2005

14

Drs. H. Daelami, M. Pd I

2005 s/d 2007

15

Drs. Hudri

2007 s/d 2009

16

Drs. H. Iim Imron Rosyadi, M. Si

2009  s/d  2013

17

Drs. H. Dadang, M.M

 2013 s/d  2016 

18

H.Irin Tohirin, SAg, Msi

2016 s/d 2017

19

H.R. Roby Samsi, S.Ag

2017 s/d 2019

20

Didin Najmudin, S. Ag.

2019 s/d 2021

21

Drs. H. Asep A. Sanusi, M.M.

2021 - 2023

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun