(Klik ini untuk melihat part sebelumnya.)
Ricky dan Ibu mengikuti saran Frater Damianus, dari doa malam sampai mengoles minyak krisma ke beberapa titik di tubuh Nenek. Mereka melakukannya secara taat dan konsisten. Dari hari pertama. Lalu hari kedua. Terus hari ketiga. Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda kesembuhan.
Keadaan Nenek semakin parah. Berteriak histeris, berbicara sendiri, hingga bertingkah kacau dan meledak-ledak. Kalimat yang dilontarkannya sangat membingungkan, seperti kalimat acak yang diucapkan secara spontan. Bahkan, selama tiga hari itu, Nenek sering menyeret tubuhnya keluar dari kamar---karena dia sudah tidak bisa jalan karena tubuhnya terlalu kurus, sehingga kedua kakinya tidak mampu menopang---hanya untuk menjerit tanpa henti dan mengamuk tanpa sebab.
Perihal ini membuat Ricky dan Ibu bertanya-tanya. Apakah mereka sudah melakukan saran Frater Damianus dengan benar? Apakah Frater Damianus benar-benar berhasil mengusir para roh jahat dari rumah mereka? Padahal sudah lebih dari separuh barang di rumah---yang dianggap sarang dan magnet roh-roh tidak suci---termasuk Burung Hantu peliharaan Ricky telah mereka singkirkan sesuai instruksinya. Sampai-sampai kondisi rumah kini terasa hampa dan dingin, seperti tubuh tanpa jiwa.
Ricky yang sudah menaruh curiga terhadap Frater Damianus, semakin yakin bahwa langkah yang mereka lakukan adalah kesalahan, atau bahkan tidak ada gunanya. Kecurigaan dan keraguan itu semakin besar di hari kelima, di mana Suster yang menangani Nenek---sekaligus saksi pernyataan Frater Damianus bahwa Nenek bakal sembuh dalam waktu tiga hari---mulai mengungkapkan keraguannya secara terang-terangan kepada Ricky. Di hari yang sama, Frater Damianus mengirim pesan ke Ibu, menanyakan perkembangan kondisi Nenek. Ibu membalas dengan jujur, belum ada tanda-tanda positif. Pesan Ibu telah terkirim dan centang biru, tapi tidak ada balasan dari Frater Damianus. Setidaknya sampai beberapa jam kemudian, Frater Damianus mengirim pesan tapi bukan merespon; bukan juga kata-kata pribadi; hanya sebuah gambar berisi kutipan doa hasil forward tanpa kalimat tambahan maupun korelasi dengan permasalahan mereka.
Lantas Ibu minta klarifikasi dari Tante Inaya---orang yang menganjurkan minta bantuan Frater Damianus, sekaligus pernah dibantu olehnya saat 10 tahun yang lalu. Setelah Ibu menceritakan pengalamannya, Tante Inaya justru kaget dan bertanya secara berulang kali demi memastikan orang itu benar-benar Frater Damianus.
Sebab 10 tahun lalu saat Frater Damianus datang mendoakan ibunya Tante Inaya saat mengalami paranoid akut, dia hanya mendoakan selayak rohaniwan pada umumnya. Barang yang diminta untuk disingkirkan pun hanya satu, yaitu lukisan minyak perempuan yang sedang menari. Tidak ada janji untuk pertemuan kedua. Tidak ada ritual tambahan seperti penerawangan dan hitung-hitungan BaZi, Feng Shui, apalagi anjuran ritual kwee pang.
Tante Inaya juga mengklarifikasi bahwa alasan dia meminta Ibu agar jangan menaruh Burung Hantu di teras rumah, karena halaman utama rumah harus bersih. Secara Feng Shui, halaman rumah yang bersih bukan sekedar tanda kerapian, tapi syarat agar energi baik bisa masuk---termasuk rezeki---dan petaka tersingkir dari ambang pintu. Secara nurani, Tante Inaya tidak tega lihat binatang peliharaan ditaruh di luar rumah; karena kalau malam mereka bisa kedinginan, kalau siang bisa kepanasan, kalau hujan bisa kehujanan. Tante Inaya sama sekali tidak melarang mereka memelihara Burung Hantu. Tante Inaya lantas meminta maaf karena tidak menjelaskan secara detail waktu itu. Dia tahu Ibu benci dan takut dengan Burung Hantu, jadi dia tidak mau memberi kesan yang berseberangan dengannya.
Penjelasan Tante Inaya membuat Ibu tersambar petir di siang bolong. Keraguan, ketakutan, dan kemarahan berkelindan dalam dirinya, sehingga menciptakan perasaan yang sulit diucapkan.
Lantas, di hari itu juga, Ibu dan Ricky segera mendiskusikan permasalahan tersebut. Kalakian mereka sepakat untuk mencari tahu kebenaran secara mendalam. Ibu akan berkonsultasi dengan keponakannya, Om Brady, yang paham metafisika Cina. Sedangkan Ricky berencana ingin konsultasi dengan Romo Matias---jika dia sudah pulang ziarah rekreasi di Yogyakarta-Jawa Tengah.
Â
****
Â
Keesokannya, Ibu menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Om Brady via telpon, dan reaksinya kaget sekaligus terheran-heran. Bagi Om Brady, Feng Shui lebih fokus pada keseimbangan tata letak dan dekorasi rumah; belum pernah ada ajaran yang sampai membuang barang secara membabi buta; apalagi pemahaman soal tiang penyangga yang memotong pintu secara vertikal bisa menyebabkan malapetaka, itu sesuatu yang baru dia dengar. Selain daripada itu, sebagai seorang Katolik, Om Brady semakin heran dan geli saat mendengar saran ritual kwee pang---Ibu diangkat anak oleh Bunda Maria, sedangkan Ricky diangkat anak oleh Tuhan Yesus---yang dianjurkan Frater Damianus. Om Brady belum pernah dengar ritual semacam itu, sehingga dia jadi penasaran dengan sosok Frater Damianus. Terlebih lagi, dia bukan seorang Tionghoa, tapi berbicara dan mengatur seolah paling memahami ilmu metafisika dan tradisi Tiongkok---namun semuanya terdengar aneh dan menyimpang. Alhasil, Om Brady ingin datang ke rumah mereka di hari Minggu---hari di mana Frater Damianus berjanji akan datang kembali untuk melangsungkan lanjutan ritual pembersihan dan penyucian Nenek, sekaligus menentukan hari baik ritual kwee pang untuk Ricky dan Ibu.