Mohon tunggu...
Eli Halimah
Eli Halimah Mohon Tunggu... Guru - open minded

guru

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Titik Balik

1 Februari 2024   19:48 Diperbarui: 1 Februari 2024   19:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Beberapa harap mungkin akan hinggap di pekat malam. Saat ketergantunganmu pada manusia dipaksa tanggal. Manakala kamu mulai dihinggapi selembar kesadaran. Bahwa manusia seringkali menjadi makhluk paling tak berperikemanusiaan.

Beberapa tetes air Tuhan mulai mencium bumi. Seiring air yang luruh dari letih matamu. Saat mendapati hatimu telah diporakporandakan. Bahkan oleh perasaan yang tak sadar telah kau rekayasa sendiri. Karena teledormu telah menitipkannya pada sosok manusia yang salah.

Beberapa daun sepertinya jatuh hanya untuk menertawakan. Kamu yang telah lama menggenggam berlapis janji tak terwujud. Meski angka demi angka tanggal dari kalender di dinding kamar yang kian pudar ronanya. Buku-buku jari kaku, menghitung masa di sana.

Berbaris firman Tuhan. Membangunkan  lelapmu yang berkepanjangan. Dari gula-gula dunia yang lengket lekat memikat. Hingga seluruh anasir dirimu hampir saja sekarat. Kamu mencoba melerai  ikat demi ikat. Karena kepak sayapmu kian terjerat.

Biarlah kau telan badai penghalau kecewa. Demi lahir kembali jiwamu yang lama sesat.

Bergegaslah! Punguti hikmah yang sekian lama kau tinggalkan. Usah malu di hadap manusia. Cahaya Tuhanmu adalah hal paling layak diperjuangkan.

Bun-pest, 29.04.2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun