Mohon tunggu...
M. Fatah Mustaqim
M. Fatah Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Membaca dan menulis apa saja yang terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Titik Balik Kesadaran Sufistik Maulana Jalaluddin Rumi dan Kecintaannya Kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

28 Maret 2024   08:52 Diperbarui: 28 Maret 2024   08:58 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tarian Sema' atau Darwish Berputar. Sumber Ilustrasi: www.istockphoto.com

Salah satu sosok paling berpengaruh yang membawa Maulana Rumi pada puncak kesadaran sufistiknya, tidak lain ialah gurunya sendiri, Maulana Syamsuddin at-Tabrizi. Semasa hidup gurunya itu, Rumi sangat bergantung kepadanya hingga ia tidak bisa lepas dari pengaruhnya. Banyak versi riwayat yang mengisahkan pertemuan pertama Rumi dan gurunya itu. Riwayat yang paling masyhur adalah kisah pertemuan keduanya di sebuah madrasah ketika Rumi sedang mengajar.

Syahdan suatu hari, Syams at-Tabrizi dengan pakaian compang-camping tiba-tiba muncul di hadapan Rumi yang sedang mengajar. Ia lantas bertanya kepada Rumi seraya menunjuk pada kumpulan kitab di pojokan, "Apa ini? Dengan nada tinggi hati, Rumi pun menjawab, "Kau tidak akan mengerti" Mendengar jawaban itu, Syams at-Tabrizi pun mengambil dan membawa kumpulan kitab itu lantas membakarnya. Melihat itu, Rumi dengan geram bertanya, "Apa ini? Syams at-Tabrizi pun menjawab, "Kau tidak akan mengerti"

Pertemuan dramatis penuh teka-teki itu membawa Rumi pada fase yang menyadarkan dirinya bahwa dengan karier yang mapan sebagai mufti di kota Konya kala itu, ia merasa tidak berarti apa-apa di hadapan orang yang kelak menjadi guru yang dikaguminya ini. Syams at-Tabriz adalah guru spiritual sekaligus kekasih Rumi yang membawanya pada kesadaran sekaligus ekstase mistik yang belum pernah ia reguk sebelumnya. Gurunya itu mengubah kehidupan dan karier Rumi dari seorang mufti dan penyair terkemuka menjadi seorang pertapa dan hingga akhirnya menjadi sufi yang mabuk oleh cinta dan anggur cahaya ilahiah.

Namun demikian, kedekatan yang begitu erat antara Rumi dan gurunya ini lambat-laun telah menimbulkan kecemburuan dari murid-muridnya dan orang-orang terdekat Rumi. Hingga suatu waktu Syams at-Tabrizi menghilang secara misterius, sebagian orang menganggap ia dibunuh oleh putra kedua Rumi, Ala'uddin, yang tidak menyukai kehadirannya. Kepergian misterius guru terkasihnya itu membuat Rumi merasakan kesedihan yang teramat dalam hingga mendorongnya merefleksikan kesedihan itu pada sebuah tarian mistik yang kemudian dikenal dengan tarian sema' atau tarian darwish berputar.

Bahkan sedemikian besar pengaruh kesedihan atas kehilangan gurunya itu juga telah mendorong Rumi mengabadikan namanya dalam salah satu judul kitabnya yang termasyhur, Diwan Syams Tabriz. Ungkapan cinta dan kerinduan Rumi kepada guru spiritualnya itu juga ia abadikan dalam salah satu diwan (bait) di dalam kitabnya itu.

 

Seperti awan yang bergerak di belakang Matahari

Semua hati menyertaimu,

O, Matahari Tabriz!


Setelah pulih dari luka kesedihan mendalam atas kepergian gurunya, Rumi diriwayatkan lebih intens mengungkapkan cinta ruhaniahnya, melalui sajak-sajak indahnya, kepada Nabi Muhammad Saw. Cahaya kenabian Muhammad Saw. menjadi sandaran cahaya ruhaniahnya yang baru. Sebenarnya tidak sama sekali baru sebab semenjak pertemuan pertama dengan gurunya itu, Rumi sudah memasuki kesadaran akan kebesaran cahaya kenabian Muhammad Saw. Rumi sejak awal mula memasuki kesadaran sufistik bersama gurunya, telah menyitir sebuah bait syair terkenal dalam kitab Matsnawi-nya yang berbunyi,

"Aku Hanyalah Debu di telapak kaki Muhammad Al-Mustofa"

Rumi menegaskan bahwa jalan menuju Tuhan, sang kekasih sejati, salah satunya bisa ditempuh melalui wasilah jalan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad Saw, sebagai kekasih Tuhan yang utama dan terpilih (Al Mustofa). Rumi adalah sufi yang abid, yang menjalankan syariat Rasulullah Saw dengan taat. Rumi bukanlah sufi yang menempuh jalan menuju Tuhan hanya secara soliter (dalam kesendirian) namun juga secara solider (kesadaran kebersamaan) dalam kecintaan kepada para kekasih dan utusanNya.

Rumi juga diketahui sebagai salah satu tokoh sufi dari kalangan sunni yang banyak menuliskan syair-syair penghormatan dan kekaguman kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw, salah satu zuriat Nabi Saw. menantu dan sahabat terdekatnya. Dan satu lagi, Rumi adalah keturunan Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq dari jalur ayahnya, Bahauddin Walad. Sayyidina Abu Bakar adalah sahabat terdekat, pendukung utama Nabi Saw. dalam misi perjuangan Islam juga mertua dan khalifah Islam pertama setelah wafatnya Nabi Saw. Konon, tarian sema' atau tarian darwish berputar sudah dilakukan oleh Sayyidina Abu Bakar semasa hidupnya. Dan tentu Rumi bukanlah yang pertama melakukannya tetapi ia adalah pewaris tradisi ini karena ia adalah keturunannya.

Hingga kini tradisi tarian sema' masih tetap dilestarikan. Nama Rumi seringkali dikenang sebagai pelopor tarian para darwish ini meskipun sebenarnya ia hanyalah penerus tradisi dari leluhurnya, sahabat utama Rasulullah Saw, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Fakta ini telah membuka insight baru bahwasanya ritual sufistik yang mengungkapkan cinta ilahiah ini ternyata bukanlah suatu "bid'ah" yang dipelopori kalangan sufi abad 12 tetapi ternyata sudah ada sejak zaman sahabat utama Nabi Muhammad Saw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun