Mohon tunggu...
Elfryanty Novita
Elfryanty Novita Mohon Tunggu... Pegawai BPS Kota Sorong

Suka dengan segala hal berbau analisis data, volunteering, Trainings, Projects, Reading Economics News. Di waktu luang suka mengecek kondisi ekonomi dan pasar saham. Penggemar K-Drama dan slogan hidup adalah" Be good for yoursef before you treat others nicely"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Liebesleid

17 Juli 2025   14:00 Diperbarui: 17 Juli 2025   11:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Tedi menarik napas. Kara sedikit mundur. Wajahnya bingung campur ingin tahu. Tedi tersenyum manis, membuat sekujur tubuh Kara melumer.

           "Ortunya sibuk dan melupakannya. Dia hanyalah anak umur sepuluh tahun yang butuh dukungan. Sepuluh tahun dia terombang-ambing dalam keputusasaan. Bahkan dia kehilangan semangat. Dia sengaja berbuat nakal, mencari gara-gara untuk melampiaskan kemarahannya. Hingga suatu hari datang sahabat ortunya menolongnya. Dia memberi anak itu sebuah rekaman putrinya, seorang cewek sedang memainkan musik yang luar biasa. Anak itu tersentuh mendengarnya. Tiba-tiba dia ingin sekali kembali menyentuh musik. Setiap hari dia selalu menonton video permainan biola anak itu. Kemudian dua tahun dia berusaha keras berlatih. Mengikuti segala macam concour dan gala premier. Dia tidak mau kalah dengan cewek itu. Setelah yakin mampu mempertunjukkan musik yang hebat, dia berjanji akan menemuinya."

            "Dia tidak ingin mempermalukan diri di depan cewek itu. Lalu setahun yang lalu dia akhirnya memiliki keberanian untuk bertemu dengan orang yang telah menyelamatkan hidupnya. Orang yang mengajarinya bahwa musik bukan masalah kalah atau menang, tetapi bagaimana membuat orang merasakannya melalui hati dan menikmatinya. Dia benar-benar sangat berterima kasih padanya. Cewek itu bukan saja berhasil menyembuhkan luka hatinya melalui alunan biolanya, tetapi juga membuatnya merasakan keindahan musik."

             Tiba-tiba saja perasaan Kara berdesir aneh. Dia seakan mengerti siapa sosok dua orang yang diceritakan Tedi. Tahu-tahu airmatanya jatuh. Dia terisak dalam diam. Tedi melangkah perlahan, lalu mendekapnya lembut.

            "Terima kasih, Kara. Kamu sudah menyelamatkan hidup dan musikku. Jangan pernah lupakan perasaanmu memainkan biola saat itu. Kamu yang benar-benar memainkannya dari hati. Kamu yang telah menyentuh hatiku."

             Kara tertegun diam. Barulah dia sadar. Dia telah melupakan perasaannya yang mencintai musik. Setahun ini dia benar-benar terobsesi ingin mengalahkan Tedi hingga melupakan musik yang paling dicintainya. Dia terlalu fokus pada sikap tak mau kalah dan harga dirinya yang terluka akibat kehadiran sosok itu. Tekniknya memang mendekati sempurna, namun kehilangan jiwa. Seketika perasaannya mendadak ringan. Dia tidak sabar ingin memainkan melodi indah yang bernyanyi di hatinya. Sumber deritanya, Tedi, perlahan berganti dengan cahaya, memberinya senyuman paling menawan sepanjang dia mengenalnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun