Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pesan Kecil yang Ingin Disampaikan Hujan

10 November 2021   06:21 Diperbarui: 10 November 2021   06:43 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by timesofindia.com

"Ma, hujan!"

Suara nyaring itu membuatku gegas menutup jendela yang daunnya berderak-derak tertiup angin.

"Jangan tutup tirainya, ya, Ma. Siapa tahu malam ini Peri Hujan benar-benar datang. Menjenguk kita."

Aku tersenyum. Bocah laki-laki berusia tujuh tahun itu kiranya masih terbawa dongeng yang pernah kuceritakan. Dongeng yang mengisahkan tentang Peri Hujan yang suka datang malam-malam mengetuk jendela usai hujan deras mereda.

"Aku akan mengajukan satu permintaan kepadanya, Ma." Bocah itu melanjutkan kalimatnya.

"Loh, bukannya tiga?" Aku menggodanya. Ia menggeleng.

"Tiga permintaan terlalu serakah. Nanti Peri Hujan bingung!"

"Boleh tahu apa permintaan itu?" Kudekatkan wajah. Ia sontak berdiri tegap. Lalu menatapku berlama-lama.

Aku tertegun. Sungguh, cara dia menatapku mengingatkan pada tatapan mata nakal seseorang.

***

"Masih hujan, Mas!" Seruku. Berusaha mencegahnya pergi.

"Kan ada mantel. Lagi pula hanya hujan air. Tidak akan membuatku luntur, bukan?" Seperti biasa ia selalu punya kesempatan untuk menggodaku.

"Kalau hujan bisa membuat Mas luntur aku malah senang!" Aku balas menggodanya.

"Menyesal nih memiliki suami berkulit legam seperti aku?" Ia pura-pura tersinggung. Matanya yang nakal tertuju lama ke arahku.

"Nanti kalau anak kita lahir, aku ingin ia berjenis kelamin laki-laki. Wajahnya harus mirip Mas. Kulit dan matanya juga." Aku sengaja mengalihkan pembicaraan.

Ia diam, mengurungkan niat memakai mantel hujan. Kakinya perlahan melangkah mendekatiku, lalu bibirnya mengecup lembut ujung hidungku.

"Amiiin. Tapi menurutku, anak kita pasti lebih cakep kalau mirip ibunya." Ia berkata serius.

"Tidak. Ia harus mirip ayahnya!"

"Mirip ibunya!"

Dan, perdebatan kecil itu baru terhenti ketika ponsel di tangannya berdering.

"Aku harus segera berangkat! Assalamualaikum."

***
Bocah itu baru saja pamit pergi tidur. Setelah sebelumnya meninggalkan pesan agar dibangunkan jika Peri Hujan datang mengetuk jendela.

Aku mengiyakan.

Tapi hujan di bulan November selalu tak bisa diprediksi kapan akan berhenti.

Seperti malam ini. Hujan terus saja meluruh. Berebut membasahi bumi. Hingga hari bergulir pagi.

"Masih hujan, Nak!" Ujarku seraya memasukkan bekal ke dalam tasnya.

"Kan bisa memakai mantel. Lagi pula hanya hujan air."

Deg. Dadaku sontak berdegup tak beraturan mendengar ucapannya. Bocah ini, ia benar-benar mewarisi semua yang dimiliki oleh laki-laki itu. Wajahnya, gaya bicaranya. Dan, semuanya.

"Ma, aku berangkat! Assalamualaikum." Ia gegas meraih tanganku. Menciumnya. Lalu berlari ke halaman menyongsong tukang ojek yang sudah menunggu di atas motor.

Aku berlari-lari kecil membuntuti.

"Mas Ojek, hati-hati di jalan, ya. Musim hujan begini jangan ngebut!"

Ya. Aku harus selalu menyampaikan pesan kecil itu kepada tukang ojek yang mengantar anakku pergi ke sekolah. 

Sungguh. Aku tidak ingin kisah tragis yang berusaha kulupakan itu terulang kembali.

***
"Mas, masih hujan!" 

Pagi itu aku berusaha mencegahnya.

"Tapi aku sudah ditunggu klien!" 

Ia meraih kunci motor yang tergeletak di atas bufet.

Di luar hujan turun sangat deras. Mengampuh. Tapi itu tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap pergi. Ia gegas memakai mantel, lalu melesat dengan motor kesayangannya menuju kantor.

Beberapa menit kemudian berita mengejutkan itu sampai  di telingaku. Berita yang menyatakan bahwa suamiku mengalami kecelakaan tunggal karena mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. 

Aku dan bocah yang kala itu masih dalam gendongan, harus rela kehilangan dia untuk selamanya.

***
Malang, 10 November 2021
Lilik Fatimah Azzahra

"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun