Aku mengiyakan.
Tapi hujan di bulan November selalu tak bisa diprediksi kapan akan berhenti.
Seperti malam ini. Hujan terus saja meluruh. Berebut membasahi bumi. Hingga hari bergulir pagi.
"Masih hujan, Nak!" Ujarku seraya memasukkan bekal ke dalam tasnya.
"Kan bisa memakai mantel. Lagi pula hanya hujan air."
Deg. Dadaku sontak berdegup tak beraturan mendengar ucapannya. Bocah ini, ia benar-benar mewarisi semua yang dimiliki oleh laki-laki itu. Wajahnya, gaya bicaranya. Dan, semuanya.
"Ma, aku berangkat! Assalamualaikum." Ia gegas meraih tanganku. Menciumnya. Lalu berlari ke halaman menyongsong tukang ojek yang sudah menunggu di atas motor.
Aku berlari-lari kecil membuntuti.
"Mas Ojek, hati-hati di jalan, ya. Musim hujan begini jangan ngebut!"
Ya. Aku harus selalu menyampaikan pesan kecil itu kepada tukang ojek yang mengantar anakku pergi ke sekolah.Â
Sungguh. Aku tidak ingin kisah tragis yang berusaha kulupakan itu terulang kembali.