Momo melompat ke dalam pangkuanku begitu aku berjongkok mengelus bulu-bulu halus di sekitar punggung dan lehernya.
"Ke mana Nyonyamu, Momo? Mengapa kamu datang sendirian?"
Seolah mengerti kata-kataku, Momo mengeong panjang. Sementara mataku tertuju ke arah jalanan. Berharap Lidia muncul---dengan hanya memakai daster, menyusul kucing kesayangannya yang pagi itu tampak kedinginan.
Namun hingga hujan mereda, hingga Momo tertidur pulas di dekat kakiku, tak juga ada tanda-tanda perempuan berkacamata minus itu bakal muncul.
Entah karena pengaruh udara dingin, atau karena bosan tidak melakukan aktivitas apa-apa, tanpa terasa aku pun ikut terlelap.Â
Mataku baru terbuka ketika terdengar seseorang mengetuk daun pintu. Berkali-kali.
Setengah mengantuk aku menyeret langkah, memutar anak kunci lalu melongokkan wajah.
"Permisi, apakah ada seekor kucing yang tersesat ke rumah ini?" Seorang perempuan, seusiaku, berdiri di ambang pintu.
"Kucing tersesat? Mm, apakah yang Anda maksud kucing itu?" Aku membuka pintu lebar-lebar seraya menunjuk ke arah Momo yang masih tertidur pulas.
"Oh, iya, benar sekali! Itu kucing saya!" Perempuan tak kukenal itu berseru gembira. Dan seruannya itu sontak membuat Momo terbangun. Kucing itu menggeliat sebentar lalu berlari menyongsong tamu yang berdiri di hadapanku.
"Oh, Momo sayang. Ke mana saja kamu selama ini?" Perempuan itu membungkukkan badan begitu Momo sampai di dekat kakinya.