Meski agak dongkol, ia membenarkan juga isi puisi yang lariknya dipenuhi sindiran pedas itu. Dengan senyum kecut, perempuan muda itu menutup kembali laptopnya--logout dari laman e-mail.
Semua ini gara-gara si Peb sialan itu!
Kalau saja Peb tidak mengumbar perasaan cintanya sedemikian rupa, tentulah ia tidak akan menerima banyak hujatan semacam puisi yang ditulis oleh perempuan bernama Azzahra itu.
Tapi sudahlah. Toh Peb sekarang sudah mati--setidaknya ia menganggapnya begitu. Bukankah lelaki yang lama pergi dan sama sekali tidak pernah berkirim kabar boleh dan sah-sah saja kan, dianggap sudah mati?
Desol menyeringai.
Sialan! Kenapa ia jadi teringat pada begajul itu. Ya, Peb adalah begajul.Begajul sialan yang telah berhasil membawa lari hatinya. Seluruh hatinya. Nyaris tak bersisa.
Di luar gerimis turun dengan amat manis. Memainkan melodi lembut milik Beethoven. Moonlight Sonata.
Desol menopangkan kedua siku tangannya pada bingkai jendela. Menatap kejauhan.Â
Dan dalam lamunan sekian detik itu, tanpa sadar ia melihat sosok yang amat sangat dikenalnya. Peb!
***
Peb berjalan tergesa melewati trotoar. Di depan sebuah toko bunga, langkah lelaki itu terhenti. Bicara singkat dengan pemilik Malang Florist.