Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cersil | Kitab Kalamenjara Raib! [Bag.4]

29 September 2018   22:49 Diperbarui: 26 Desember 2020   04:58 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:blogs.yahoo.co.jp

Kisah sebelumnya:Usai bertemu dengan Ki Brojosamusti, Nini Surkanti pulang ke pondok tinggalnya di tepi hutan. Ternyata ia tidak sendiri. Di sana ia ditemani oleh madunya yang sudah dianggap mati. Roro Saruem.

------

Sosok cantik itu berlari kencang menuju sebuah pondok kecil di tepi hutan. Sementara di belakangnya, pemuda berambut gondrong membuntutinya secara diam-diam.

Sri Kantil. Ia langsung menuju bilik di mana dua perempuan tua tengah duduk menunggunya. Nini Surkanti dan Roro Saruem.

"Kau pergi lama sekali, Sri. Aku sampai mengantuk menunggumu," Nini Surkanti menegur seraya menggendikkan sedikit kepalanya. Sementara Roro Saruem menatap putrinya itu dengan mata sayu.

"Pemuda aneh itu telah membawaku pergi jauh sekali, Ni. Katanya sih ingin menyelamatkan aku dari Pendekar Caping Maut itu," Sri Kantil menjelaskan.

"Ya, aku tahu. Sepeninggalmu, Pendekar Cacing itu melampiaskan amarahnya dengan memenggal kepalaku," Nini Surkanti menyahut ringan.

"Kepalamu terpenggal lagi, Ni? Itu berarti penggalan yang ketiga kali..." Roro Saruem menyela. Nini Surkanti tersenyum.

"Kau benar Saruem. Jatahku sudah habis. Kelak pada penggalan keempat, aku akan benar-benar mati," Nini Surkanti berkata datar tanpa ekspresi. Selang beberapa detik kemudian ia mengumbar tawa.

"Tidak, Ni. Kau tidak boleh mati. Biar aku saja yang mati duluan. Aku banyak berhutang budi padamu," Roro Saruem membetulkan letak duduknya.

"Kukira aku sudah menuntaskan semua tugasku, Saruem. Bandot tua itu juga sudah kuberi tahu. Bahwa Sri Kantil adalah anak kandungnya," Nini Saruem berkata seraya terbatuk-batuk kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun