Ini kepulangannya yang pertama sejak ia terbuang ke negeri orang. Ia nyaris menangis ketika kakinya menginjak hampar rumput kering di sekitar rumahnya. Ia juga nyaris terbahak ketika beberapa orang berebut merubungnya.
"Apakah benar kamu ini Dion?" salah seorang dari mereka menegaskan. Lelaki itu tidak menyahut. Ia sengaja memilih diam. Sebab ia tahu percuma menjelaskan pada mereka tentang siapa dirinya. Tak seorang pun bakal percaya.Â
"Bukankah Dion sudah mati? Aku bahkan ikut mengubur jasadnya ketika itu," seseorang menimpali.
"Bagaimana cara ia mati. Maksudku--apa yang menyebabkan ia mati?" lelaki itu memicingkan mata. Bibirnya terangkat sedikit, setengah tersenyum.
"Saat bermain hujan bersama Mia Diandra kakinya terpeleset. Ia jatuh masuk ke dalam gorong-gorong air. Dan tubuhnya terseret arus. Baru keesokan hari jasadnya ditemukan dalam keadaan membiru dan menggelembung."
"Lalu Mia Diandra?" ia bertanya dengan suara parau.
"Gadis kecil itu sejak kematian Dion telah berubah menjadi hujan."
Lalu orang-orang pergi. Meninggalkannya sendiri di atas tanah gersang kerontang.
"Kau memimpikannya lagi, Dion?" suara Ayumi sayup-sayup. Membuatnya membuka mata.
"Ya, Ayumi. Mimpi itu datang lagi. Tapi--ah, kukira ini bukan sekadar mimpi. Kukira aku sebenarnya telah mengalami semacam reinkarnasi. Aku terlahir kembali di bumi yang lain, Ayumi. Bumi yang memiliki hujan mengkristal berwarna putih," ia meraih pundak Ayumi. Mencium lembut pipi istrinya yang bermata sipit itu.
"Ia telah memilih menjadi hujan, Ayumi. Gadis kecil dari negeri seberang itu," lelaki itu mendesah.Â