Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wajah Ibu

24 September 2017   19:23 Diperbarui: 24 September 2017   19:25 1870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar :46 best Marta Orlowska on.../ www.pinterest.com

Setiap bangun tidur, Ibu selalu menciumku. Dan aku akan membaui aroma wangi yang menguar dari desah napasnya. Wangi lembut-- serupa aroma bunga perdu yang dulu pernah sekali kulihat tumbuh di sepanjang lengkung kaki langit---saat aku masih meringkuk di dalam perut Ibu. Wangi itu tak pernah berubah hingga aku beranjak kanak-kanak dan menyadari---ada sesuatu yang berbeda pada penglihatanku. Mengapa aku hanya bisa mengenali aroma wangi napas Ibu tanpa bisa melihat keseluruhan sosoknya?

"Ibumu itu cantik. Sangat cantik. Ia memiliki rambut hitam legam," itu suara Liony, teman akrabku. Warna hitam? Tentu saja aku paham. Warna itu tak asing lagi bagiku. Hitam. Ya, sekelilingku sejak dulu memang berwarna hitam. Hitam dan gelap.

"Apakah bibir Ibu juga berwarna hitam?" aku mencondongkan badan. Liony tertawa, lalu berlari jauh meninggalkanku.

Ini pagi yang cerah. Sangat cerah. Aku bisa merasakannya dari sentuhan hangat yang menerpa sekujut tubuhku. Sentuhan itu---lagi-lagi kata Liony, adalah sentuhan cahaya matahari yang memiliki warna kuning keemasan.

"Warna keemasan itu sangat indah. Sekali-sekali kau harus melihatnya!" Liony berseru lantang di dekat telingaku.

Terdengar langkah halus mengampiri. Ibu. Seperti biasa ia mendaratkan satu ciuman di keningku.

"Ibu, aku ingin sekali melihat matahari berwarna kuning keemasan, seperti yang diceritakan oleh Liony," aku merengek pada Ibu. Kepalaku mendongak sedikit.

"Jangan dengarkan kata-kata Liony. Ia itu pengacau. Di dunia ini hanya ada dua warna, hitam dan putih," Ibu merapatkan tubuhnya, duduk menjejeriku.

"Tapi Liony sering menceritakan banyak warna padaku. Katanya rumput itu berwarna hijau. Bunga itu berwarna merah, dan langit...."

"Tidak. Itu tidak benar," Ibu menciumku sekali lagi, memintaku untuk diam.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun