Ed meletakkan map berwarna merah di atas meja. Wajahnya tampak lelah. Ingin sekali aku menawarkan segelas air minum, tapi tak kulakukan. Aku tahu ia pasti akan menolaknya.
"Bersiap-siaplah, Mer. Semua berkas sudah beres. Kau tinggal menandatanganinya." Ia berkata datar. Aku mengangguk, pasrah.
"Tolong permudah semuanya, ya, Mer. Jangan berbelit-belit saat di persidangan nanti."
Kembali aku mengangguk. Ya, mengangguk, hanya itu yang bisa aku lakukan.
Aku menatap Ed sekilas.Â
Sepotong hati tetiba terasa begitu perih. Tapi apa yang bisa kulakukan selain pasrah? Bukankah cinta tidak bisa dipaksakan? Ed sudah tidak mencintaiku lagi. Ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Ia lebih memilih Anya, perempuan muda yang diam-diam telah dinikahinya.Â
"Ed, sebelum persidangan nanti, maukah kau menemaniku? Maksudku..." aku tersenyum rikuh.
"Kau ingin aku di sini?" Ed menautkan kedua alisnya.
"Iya, Ed. Satu pekan saja. Aku akan meminta izin Anya. Pasti ia mau mengerti."
Ed menatapku ragu.
"Kita tidak akan melakukan sesuatu yang...."