Tapi, respon di tanah air malah tampak tak serius. Justru sebaliknya, publik tanah air malah disuguhi "dagelan-dagelan" dari para pembantu Presiden Jokowi sendiri, dengan pernyataan-pernyataannya yang asal ceplos.
Anehnya, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin pun setali tiga uang dengan menyebutkan bahwa berkat doa kunut, Indonesia kebal terhadap penyebaran virus corona.
Pun, saat hasil penelitian Universitas Harvard yang mengatakan bahwa seharusnya virus corona sudah masuk ke Indonesia, Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto tidak terima dan menganggap anggapan dari peneliti Harvard tersebut sebuah hinaan.
Sekarang apa yang dikhawatirkan semua pihak terbukti nyata.Â
Sejak Pengumuman Presiden Jokowi tentang adanya dua Warga Negara Indonesia (WNI) positif terinveksi virus corona, Senin (2/3/20), jumlah kasus positif corona terus bertambah signifikan. Bahkan, diantaranya sudah dinyatakan meninggal dunia.
Sayangnya, paska ditemukan kasus perdana tersebut, Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Jokowi tidak langsung mengambil kebijakan tanggap darurat.
Pemerintah terus saja berorientasi pada kebijakan-kebijakan normatif, semisal himbauan atau sosialisasi tata cara pencegahan dan penanganan virus corona.Â
Bahkan sekedar memberikan informasi seluas-luasnya terkait wilayah sumber penyebaran virus corona pun, pemerintah enggan.
Presiden Jokowi lebih memilih operasi senyap dengan melibatkan Badan Intelejen Negara (BIN) dengan dalih menjaga agar publik tidak panik.
Aneh saja jika harus melibatkan intelejen. Soalnya ini bukan tentang perang melawan musuh negara yang akan mengkudeta pemerintahan. Tapi, lebih kepada memerangi virus penyakit.
Andaipun intelejen dilibatkan, apa yang bisa mereka lakukan, selain menginvestigasi atau menyelidiki lalu melaporkan hasilnya.