Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Jokowi Gandeng BIN Soal Corona, Apa Pentingnya?

15 Maret 2020   16:18 Diperbarui: 15 Maret 2020   16:48 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


HINGGA Minggu (25/3/20) jumlah pasien yang terkomfirmasi positif virus covid-19 terus bertambah manjadi 117 orang. Dengan begitu ada penambahan 21 orang dari hari kemarin , Sabtu (14/3/20), yang baru berjumlah 96 orang.

Seperti dilansir CNN Indonesia, Juru Bicara Pemerimtah khusus penanganan virus corona (covid-19), Achmad Yurianto, menyebut, spesimen positif didominasi dari Jakarta.

"19 orang di Jakarta dan 2 di Jawa Tengah," kata Yurianto kepada wartawan, Minggu (15/3).

Masih diungkap Yurianto,  kasus yang diumumkan hari ini merupakan pengembangan atau tracing yang dilakukan terhadap pasien sebelumnya.

Kendati begitu, Yuri menolak merinci dan mengarahkan publik untuk memantau situs di kementerian kesehatan untuk update kasusnya.

Dengan terus bertambahnya jumlah kasus positif corona di Indonesia, siapa yang harus dipersalahkan dalam hal ini?

Maaf, bukan bermaksud untuk menyinggung atau underestimate terhadap pemerintahan Jokowi saat ini.

Tapi, itulah kenyataan. Sejak virus ini mulai merebak di Wuhan, China pada Desember 2019 lalu, tidak sedikit pihak-pihak yang memperingatkan pemerintah untuk segera mengantisifasi hal ini. 

Mulai dari pakar medis, media massa, penelitian luar negeri, hingga badan kesehatan dunia (WHO), yang akhirnya menyatakan corona sebagai pandemi pada 11 Maret lalu.

Tapi, respon di tanah air malah tampak tak serius. Justru sebaliknya, publik tanah air malah disuguhi "dagelan-dagelan" dari para pembantu Presiden Jokowi sendiri, dengan pernyataan-pernyataannya yang asal ceplos.

Anehnya, Wakil Presiden, Ma'ruf Amin pun setali tiga uang dengan menyebutkan bahwa berkat doa kunut, Indonesia kebal terhadap penyebaran virus corona.

Pun, saat hasil penelitian Universitas Harvard yang mengatakan bahwa seharusnya virus corona sudah masuk ke Indonesia, Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto tidak terima dan menganggap anggapan dari peneliti Harvard tersebut sebuah hinaan.

Sekarang apa yang dikhawatirkan semua pihak terbukti nyata. 

Sejak Pengumuman Presiden Jokowi tentang adanya dua Warga Negara Indonesia (WNI) positif terinveksi virus corona, Senin (2/3/20), jumlah kasus positif corona terus bertambah signifikan. Bahkan, diantaranya sudah dinyatakan meninggal dunia.

Sayangnya, paska ditemukan kasus perdana tersebut, Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Jokowi tidak langsung mengambil kebijakan tanggap darurat.

Pemerintah terus saja berorientasi pada kebijakan-kebijakan normatif, semisal himbauan atau sosialisasi tata cara pencegahan dan penanganan virus corona. 

Bahkan sekedar memberikan informasi seluas-luasnya terkait wilayah sumber penyebaran virus corona pun, pemerintah enggan.

Presiden Jokowi lebih memilih operasi senyap dengan melibatkan Badan Intelejen Negara (BIN) dengan dalih menjaga agar publik tidak panik.

Aneh saja jika harus melibatkan intelejen. Soalnya ini bukan tentang perang melawan musuh negara yang akan mengkudeta pemerintahan. Tapi, lebih kepada memerangi virus penyakit.

Andaipun intelejen dilibatkan, apa yang bisa mereka lakukan, selain menginvestigasi atau menyelidiki lalu melaporkan hasilnya.

Tentu saja dalam hal ini investigasi wilayah sebaran virus, siapa saja yang diduga terkomfirmasi positif atau mungkin mendata siapa-siapa saja pihak yang diduga sebagai pembawa sumber virus corona dimaksud untuk kemudian dilaporkan pada Presiden Jokowi.

Masalahnya, hasil laporan ini mau dieksekusi seperti apa?

Kalau ternyata hasilnya harus diberlakukan lock down atau isolasi atau lain sebagainya. Jelas, menurut hemat penulis menyertakan BIN dalam penanganan virus corona adalah langkah yang kurang tepat.

Kenapa?

Karena prosesnya terlalu birokratif dan memerlukan waktu tidak sedikit. Sementara penyebaran virus terus berlanjut dengan begitu cepatnya.

Tengok saja, sejak ditemukannya positif virus corona di tanah air per 2 Maret 2020 hingga saat ini terjadi lonjakan jumlah kasus yang luar biasa. Dari asalnya dua kasus meningkat jadi 121 kasus.

Artinya ada penambahan jumlah kasus sebesar 119 orang. Jika dibagi 13 hari saja, rata-rata peningkatan kasus positif virus corona adalah melebihi 9 kasus per hari. 

Dengan ini, kita tidak tahu besok atau lusa berapa jumlah kasus lagi yang akan terjadi di tanah air.

Dalam hal ini, dibanding melibatkan BIN, penulis lebih cenderung, jikapemerintah lebih baik membuka akses seluas-luasnya terhadap publik dan kepala daerah, agar mereka waspada dan mengambil langkah sigap.

Jika timbul kepanikan warga, tentunya penulis yakin pemerintah akan mampu mengendalikan hal tersebut.

Terus keuntungannya, publik akan semakin meningkatkan kewaspadaan agar tidak tertular virus corona. Daripada dirahasiakan seperti ini, publik hanya bisa menerka-nerka dan jumlah kasus terus bertambah.

Tengok saja apa yang diucapkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Dia meminta pemerintah pusat memberikan perkembangan informasi kasus positif  virus corona (Covid-19) di wilayahnya. 

Menurutnya, komunikasi antara pusat dengan daerah perlu untuk mengantisipasi penyebaran.

"Jika ada yang positif yang posisinya di Jawa Barat, jangan sampai pemerintah daerahnya tidak tahu sehingga tidak bisa melakukan penelusuran," kata Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jumat (13/3/2020). (Liputan6.com).

Masih dilansir Liputan6.com,  Ridwan kamil juga menyebut bahwa dengan adanya informasi pasien positif, maka Dinas Kesehatan akan bergerak cepat untuk mendeteksi perjalanan penularan virus melalui tracing yang dilakukan petugas.

Nah, apa yang diucapkan Ridwan Kamil, menurut hemat penulis transfaransi pemerintah akan jauh lebih efektif daripada dengan cara-cara operasi senyap.

Seperti kata Ridwan, dengan adanya kejelasan informasi justeru akan membuat pemerintah daerah waspada dan tanggap mencari solusinya.

Sekali lagi maaf, bukan maksud penulis untuk menyudutkan pemerintah pusat atau Presiden Jokowi. 

Istilahnya nasi sudah menjadi bubur, yang lalu biarlah berlalu. Tinggal bagaimana sekarang dan kedepannya Pemerintah bisa begerak cepat, tepat dan mendengar apa yang dikeluhkan berbagai pihak. Baik itu pemangku kepentingan, dunia medis, publik dan unsur-unsur lainnya.

Artinya dalam hal ini, presiden harus segera mengambil langkah nyata yang bisa dirasakan langsung manfaatnya. 

Daripada sekedar operasi senyap yang publik sendiri tidak paham arahnya. Terimakasih

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun