Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tamu dari Bawah Tanah

21 Juli 2020   12:29 Diperbarui: 21 Juli 2020   12:36 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Kutunjukkan padanya foto-foto seseorang yang dianiaya membabi-buta. Luka lebam, luka robek di telinga kanan, dan tempurungnya pengkor.

            Taaaarrrrrrrr! Tiba-tiba kaca jendela kami dipecahkan! Lekas aku berlari. "Jendela yang mana?" tanyaku pada Rafika.

            Ia tidak menjawab. Dan baru kuketahui ternyata aku berlari tanpa mempedulikannya. Ia tidak mengikutiku. Tuaaaaaaarrrrr! Kaca jendela kembali dipecahkan. Aku berlari kencang. Tuaaaaarrrrrrr! Aku masuk ke dalam ruangan. Ruang ini asing (mungki perasaanku karena gelap). Kulihat puing-puing pecahan kaca sudah berserak dan aku berlari memergoki si pelaku.

            "Akkkkkkkkk! Sialan!" kakiku terkena beling. Aku kehilangan keseimbangan dan tersandung. "Akkkkkkkkkkkkkkkkk!" teriakku kesakitan. Aku terjatuh dan mataku tertancap pecahan kaca.

            Mataku perih bukan main. Kudengar seorang menggedor-gedor pintu berkata, "Ada apa? Ada apa?"

            Aku membuka mata, terbangun. Kudapati seorang melongo melihatku. Dalam keadaan setengah sadar, kuliat seekor kecoa kabur. Mataku masih merah, perih. Sialan mungkin mataku baru saja dikencingi kecoa!

            Kecoa ketakutan. Lari, terbang, lari, terbang dan menclok tepat di rak bukuku. Kulempar kecoa itu dengan buku fotokopian bersampul merah hati. Ia terjatuh dan mati.

            "Kau bermimpi?" tanya sang teman sambil membuang bangkai kecoa dan merapihkan memungut bukuku.

            "Astaga lupa! Sampai dimana semalam kubaca?"

            Temanku mencari batas halaman. Dibolak-baliknya lembar pada buku itu yang ternyata belum aku tandai. Tiba-tiba ia membacakan sesuatu yang menarik perhatiannya, Namun, seperti kasus serupa yang terjadi di Nipah Madura, atau di Dili Timor Timur, biasanya yang terkena tindakan hukum adalah para anggota ABRI yang berada ditingkat pelaksana. Padahal, dalam kasus-kasus seperti ini, sangat perlu pengusutan untuk menghindarkan hal yang serupa di masa mendatang. Tentara selalu berada dalam jalur komando... Dengan demikian, ungkapan klasik seperti salah prosedur tidak selalu muncul sebagai jawaban atas kasus-kasus pelanggaran HAM seperti ini".

            "Coba kulihat! Aku belum baca sampai situ" jelasku pada sang teman. Temnku menyangkal pernyataanku, menuduhku telah membaca dan pura-pura tak tahu. Kami sempat berdebat bahkan aku berani disumpah pocong dan menantangnya untuk sumpah yang sama. Melihatnya justru mengejekku akhirnya dengan kesal kurampas buku itu. Aku membaca halaman yang ia tunjukkan pun halaman sebelumnya. "Astaga!" kataku kaget. Keringat dingin mulai mulai terasa ditengkukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun