2. Penggunaan Bahan Pendukung yang Terkendali
Bahan-bahan pendukung seperti kapur, pupuk organik, atau probiotik alami hanya boleh digunakan setelah mendapat persetujuan dari Koordinator/Pengawas. Dengan begitu, standar yang diterapkan di semua tambak tetap seragam dan sesuai dengan ketentuan sertifikasi organik.
3. Pengendalian Ketat terhadap Bahan Baru
Jika petambak ingin mencoba bahan pendukung baru yang belum tercantum dalam daftar, harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu. Proses ini mencegah masuknya bahan yang berpotensi merusak ekosistem tambak organik.
4. Larangan Penggunaan Kincir Air (Aerator)
Berbeda dengan daerah lain yang menggunakan kincir air untuk meningkatkan kadar oksigen, tambak organik di Sidoarjo melarang penggunaannya. Penjelasan ilmiah dan pembeda dengan daerah lain, yaitu:
- Kincir air memang efektif menambah oksigen, namun menyebabkan fluktuasi kualitas air (pH, suhu, dan kestabilan ekosistem) yang bisa mengganggu udang.
- Di Sidoarjo, oksigen hanya bersumber dari fotosintesis algae, picoplankton, dan sirkulasi alami air.
- Larangan ini menjadikan tambak Sidoarjo lebih ramah lingkungan, hemat energi, serta menghasilkan udang yang lebih sehat.
- Inilah salah satu keunikan lokal budidaya Sidoarjo yang membedakannya dengan tambak intensif di daerah lain seperti Lampung, Kalimantan, atau Sulawesi.
5. Sistem Polikultur
Budidaya udang windu di Sidoarjo menggunakan sistem polikultur, biasanya dengan ikan bandeng. Bandeng membantu mengendalikan kepadatan plankton, memanfaatkan sumber pakan berbeda, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Polikultur juga mengurangi risiko penyakit dan meningkatkan efisiensi produksi.
6. Pengosongan dan Pengeringan Tambak (Nglantang)
Setiap unit tambak wajib dikosongkan minimal 2 kali setahun dan dikeringkan minimal 30 hari per tahun. Proses ini memutus siklus penyakit, mengurangi endapan beracun, dan mengembalikan kesuburan tanah tambak.
7. Pengaturan Kepadatan Tebar
Kepadatan tebar harus rendah, yaitu maksimum 4 -- 6 ekor/m2. Kepadatan rendah membuat udang tumbuh optimal tanpa stres, mengurangi risiko penyakit, dan menjaga ekosistem tetap seimbang.
8. Larangan Panen Dini
Udang windu dengan umur kurang dari 80 hari setelah tebar tidak boleh dipanen sebagai udang organik. Batas ini memastikan udang telah tumbuh secara alami dengan kualitas daging yang optimal.
9. Masa Transisi Tambak
Tambak yang sebelumnya menggunakan bahan kimia harus melalui masa transisi 1--2 siklus. Pada masa ini standar organik sudah diterapkan, namun hasil panen belum bisa disebut organik. Masa transisi memastikan tambak benar-benar bebas dari residu kimia sebelum sertifikasi organik diberikan.
10.Pakan Alami sebagai Sumber Nutrisi
Udang windu organik tidak diberi pakan tambahan seperti pellet. Seluruh kebutuhan nutrisinya dipenuhi dari pakan alami yang tumbuh di tambak seperti: algae, plankton, klekap, dan detritus.
Klekap adalah kumpulan organisme mikroskopis yang berupa lumut, algae (ganggang), bakteri, dan berbagai mikroorganisme lain yang tumbuh menempel di dasar atau dinding tambak. Klekap biasanya terlihat seperti lapisan tipis berwarna hijau, cokelat, atau kehitaman. Dalam budidaya udang windu organik, klekap sangat penting karena:
- Menjadi sumber pakan alami yang kaya protein dan nutrisi.
- Membantu menstabilkan kualitas air dengan menyerap sisa pakan atau kotoran.
- Memberi indikator kesehatan ekosistem tambak (jika klekap tumbuh baik, berarti kesuburan tambak terjaga).
Detritus adalah sisa-sisa bahan organik yang telah mati atau terurai, seperti daun, sisa plankton mati, kotoran udang, atau mikroorganisme yang sudah tidak hidup. Dalam tambak, detritus berperan penting karena:
- Menjadi sumber nutrisi tambahan bagi mikroorganisme kecil, yang kemudian dimakan oleh udang.
- Membantu siklus hara di tambak, sehingga kesuburan tetap terjaga.
- Menjadi bagian penting dalam rantai makanan alami, karena detritus akan diuraikan oleh bakteri menjadi mineral yang bisa dimanfaatkan plankton dan ganggang.
Bersambung...
Sidoarjo, 20 September 2025