Asesbilitas transportasi telah diatur dalam UU LLAJ No.22 Tahun 2009. Saya pelajari ada dua pilar transportasi yang sangat menentukan aksesbilitas terkoneksi dengan baik yaitu:
1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul adan/atau ruang kegiatan yang saling terhubung untuk penyelenggraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jaringan tersebut harus terpadu dan pengembangannya untuk menghubungkan semua wilayah daratan. Dalam pengembangan jaringan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus ada pedoman Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai kebutuhan. Rencana induk tersebut berproses perkembangan kota serta evaluasi sesuai kebutuhan untuk jangka menengah atau jangka panjang.
2. Simpul Transportasi Yang Terintegrasi
Transportasi yang baik bila menghubungkan antar simpul-simpul transportasi dan terintegrasi. Â Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, setasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara. Dengan demikian jaringan lalu lintas terbentuk titik simpul tarnsportasi yang terintegrasi dengan baik, maka memudahkan pengguna jalan berpindah.
Moda Transportasi Belum Merata
Di kota besar moda transportasi adalah berbasis angkutan masal seperti kereta api, dan bus. Angkutan masal di kota-kota besar dunia terus dikembangkan sebagai angkutan publik yang hidup setiap hari, pengungkit mobilitas masyarakat dalam melakukan perjalanan memenuhi kebutuhannya.
Kota-kota besar Indonesia sekarang ini sudah dikembangkan angkutan masal (bus) seperti BRT (Bus Rapit Transit) dan Commuter Line. Pelayanan angkutan masal (BRT) dikembangkan banyak pada rute-rute dalam kota sesuai kebutuhan masyarakat.  Namun, tidak terbatas dalam kota saja, tetapi angkutan masal harus juga menjangkau  antar wilayah yang berdekatan sebagai wujud pemerataan angkutan umum. Kewenangan pengembangan angkutan masal antar daerah/wilayah berada pada pemerintah propinsi. Oleh karena itu sinergitas dengan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah bagian yang tak terpisahkan dalam melayani angkutan yang merata dan adil (dalam hal tarif).  Angkutan masal antara pusat kota dan daerah sekitarnya (alglomerasi) merupakan sistem manajemen transportasi berbasis masal semakin dibutuhkan masyarakat, khususnya mengurangi biaya transportasi. Dengan demikian biaya-biaya harian dalam sebulan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pokok lainnya.
Subsidi Angkutan Penumpang Umum Belum Sepenuh HatiÂ
Subsidi Angkutan Penumpang Umum disebutkan dalam UU LLAJ No.22 Tahun 2009 Â pasal 185, berbunyi:
(1) Angkutan penumpang umum dengan tarif kelas ekonomi pada trayek tertentu dapat diberikan subsidi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian subsidi angkutan Penumpang umun sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam peraturan Pemerintah
Sebenarnya pemerintah pusat bisa menggelontorkan anggaran subsidi kepada Pemerintah Daerah apabila kota itu belum mampu membiayai sendiri. Hal ini untuk stimulus angkutan umum supaya mendongkrak perekomomian daerah. Selama ini pemerintah pusat mensubsidi sebatas pada moda transportasi (Bus) beberapa unit, sementara biaya operasional diserahkan pada Pemerintah Daerah. Subsidi penuh oleh Pemerintah Pusat kelihatannya berlaku pada angkutan perintis baik berupa armada maupun biaya operasional.