Sumitronomics: Warisan yang Diangkat Kembali
Nama Prof. Soemitro Djojohadikusumo tidak bisa dilepaskan dari sejarah ekonomi Indonesia. Sebagai ekonom pembangunan paling berpengaruh di masanya, ia dikenal sebagai perumus strategi industrialisasi nasional sekaligus pengusung gagasan ekonomi kerakyatan. Kini, di era kepemimpinan Presiden Prabowo, pemikirannya kembali diangkat dan diberi label populer: "Sumitronomics."
Tiga Pilar Pemikiran Utama
- Ekonomi Kerakyatan: UMKM dan Koperasi sebagai Fondasi
Soemitro percaya bahwa kekuatan bangsa tidak boleh bertumpu hanya pada segelintir konglomerasi. UMKM dan koperasi harus menjadi tulang punggung ekonomi karena mereka menyerap mayoritas tenaga kerja, dekat dengan masyarakat, dan lebih tahan terhadap krisis. Dengan menghidupkan sektor ini, pertumbuhan tidak hanya terlihat di angka makro, tetapi juga dirasakan hingga ke akar rumput.
- Industrialisasi Nasional: Dari Ekspor Bahan Mentah ke Produk Bernilai Tambah
Kritik Soemitro sejak era 1960-an masih relevan: Indonesia terlalu lama bergantung pada ekspor bahan mentah (komoditas primer seperti minyak, gas, batubara, sawit). Industrialisasi dan hilirisasi harus menjadi strategi agar Indonesia tidak sekadar jadi penyedia bahan baku dunia, melainkan produsen barang bernilai tinggi. Strategi ini diharapkan memperkuat daya saing, menciptakan lapangan kerja formal, dan mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga global.
- Peran Aktif Negara sebagai Fasilitator
Soemitro menolak ekstremisme ekonomi: terlalu liberal (semua dilepas pasar) maupun terlalu etatis (negara menguasai semua). Baginya, negara harus hadir sebagai fasilitator, regulator, sekaligus katalis pembangunan. Artinya, pemerintah berperan menyediakan infrastruktur, regulasi sehat, dan insentif, namun tetap memberi ruang besar bagi swasta untuk tumbuh. Dengan keseimbangan itu, pembangunan menjadi lebih dinamis sekaligus berkeadilan.
Mengapa Relevan Saat Ini?
Indonesia saat ini menghadapi paradoks: GDP tumbuh, tapi ketimpangan melebar. Model pertumbuhan berbasis konsumsi dan infrastruktur besar belum cukup menyentuh sektor rakyat kecil. Di sinilah Sumitronomics hadir sebagai "jalan ketiga" --- jalan tengah antara disiplin fiskal ketat ala teknokrat dan keberanian injeksi likuiditas ala populis.
Dengan prinsip kerakyatan, industrialisasi, dan peran negara yang seimbang, Sumitronomics diyakini bisa:
- Mengurangi ketergantungan pada utang dan konsumsi jangka pendek.
- Mendorong transformasi struktural dari ekonomi berbasis komoditas ke industri modern.
- Memastikan hasil pertumbuhan lebih inklusif dan dirasakan oleh rakyat banyak.
Refleksi