Mohon tunggu...
Eggy Aryabhazda Suwandi
Eggy Aryabhazda Suwandi Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana Magister Management Universitas Widyatama

H. Eggy Aryabhazda Suwandi, S.M., MM(c) Master of Management Candidate, Universitas Widyatama, Bandung Assistant Lecturer of Management, Digitech University Seorang ekstrovert yang energik dengan minat kuat dalam ilmu manajemen dan penerapannya dalam berbagai aspek kehidupan. Arya mendalami manajemen tidak hanya sebagai bidang akademik, tetapi juga sebagai pendekatan strategis dalam berkarya dan berwirausaha. Ia menyalurkan gagasan dan inspirasinya melalui fotografi, videografi, dan aktivitas rekreatif yang memperkaya perspektifnya terhadap dinamika bisnis dan organisasi di era digital.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

GDP Naik, Rakyat Merana: Menakar Jalan Baru Ekonomi Indonesia dari Sumitronomic, Rp 200 Triliun, Hingga Pergeseran Manajemen Keuangan Negara

11 September 2025   16:38 Diperbarui: 11 September 2025   16:38 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika era SBY menekankan stabilitas makro dan swasta, dan era Jokowi menekankan pembangunan infrastruktur, maka Sumitronomics mencoba menggabungkan keduanya dengan tambahan perspektif keadilan sosial. Konsep ini menjadi relevan sebagai pondasi ideologis untuk mencapai target ambisius pertumbuhan 7--8% yang sekaligus inklusif --- bukan sekadar angka, melainkan kesejahteraan nyata.

Sri Mulyani vs Purbaya: Dua Gaya Manajemen Keuangan Negara

Perbedaan gaya pengelolaan keuangan negara antara Sri Mulyani Indrawati dan Purbaya Yudhi Sadewa begitu mencolok, bukan hanya dari pilihan instrumen kebijakan, tetapi juga dari orientasi dan citra publik yang melekat pada keduanya.

Sri Mulyani dikenal sebagai teknokrat dengan orientasi utama pada disiplin fiskal, kredibilitas global, dan stabilitas makroekonomi. Fokusnya selalu pada menjaga defisit agar tetap terkendali, memastikan utang publik tidak meledak, dan menjaga inflasi serta nilai tukar dalam batas aman. Instrumen yang digunakan pun mencerminkan gaya itu: penguatan pajak, pengendalian defisit, serta transparansi anggaran yang disukai lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, maupun lembaga pemeringkat global. Tak heran, citranya di mata internasional sangat tinggi---bahkan berkali-kali mendapat gelar sebagai salah satu Menteri Keuangan terbaik di dunia. Namun, dari kacamata domestik, banyak kritik bermunculan. Masyarakat menilai kebijakannya terlalu menekankan penerimaan pajak, bahkan saat daya beli rakyat lemah, sehingga muncul narasi "pajak berat, ekonomi lemah." Dengan kata lain, stabilitas makro memang terjaga, tetapi rakyat kecil tidak merasakan manfaat langsung.

Berbeda dengan itu, Purbaya Yudhi Sadewa tampil dengan gaya yang lebih berani, blak-blakan, dan populis. Orientasinya bukan semata pada disiplin angka, tetapi pada bagaimana likuiditas bisa menggerakkan ekonomi domestik dengan cepat. Ia menilai kesalahan kebijakan sebelumnya adalah membiarkan uang negara "nganggur" di bank sentral, sementara rakyat dan UMKM kesulitan mengakses modal. Karena itu, langkah pertamanya adalah menarik Rp200 triliun dari Bank Indonesia untuk dimasukkan ke perbankan, agar bisa disalurkan menjadi kredit produktif bagi masyarakat dan dunia usaha. Pilihan instrumen ini jelas berbeda: bukan sekadar menyeimbangkan defisit, tetapi menyalurkan dana langsung ke sektor riil.

Dari sisi dampak, tentu ada peluang dan risiko. Jika eksekusi tepat, kebijakan Purbaya bisa menjadi stimulus nyata yang dirasakan langsung oleh UMKM dan rakyat kecil. Tetapi jika pengawasan lemah, langkah ini bisa memicu inflasi, moral hazard, atau bahkan menciptakan ketidakstabilan baru. Citra publiknya pun terbelah: ada yang melihatnya sebagai pemimpin pro-rakyat dan berani korektif, namun ada juga yang menilainya kontroversial karena gaya komunikasinya yang sering tajam dan menantang arus besar.

Singkatnya, Sri Mulyani adalah simbol stabilitas dan kredibilitas global, sementara Purbaya hadir sebagai simbol keberanian koreksi dan pertumbuhan domestik cepat. Dua gaya ini mencerminkan dua paradigma berbeda dalam manajemen keuangan negara: satu menekankan tata kelola dan kehati-hatian, yang lain menekankan injeksi likuiditas dan keberpihakan pada sektor riil.

Rp200 Triliun: Taruhan Strategis

Salah satu langkah paling kontroversial dan berani dari Menteri Keuangan baru adalah menarik dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) untuk ditempatkan di perbankan nasional. Kebijakan ini langsung menimbulkan perdebatan sengit: sebagian melihatnya sebagai langkah terobosan, sementara yang lain menilainya sebagai kebijakan berisiko tinggi. Tidak berlebihan jika langkah ini disebut sebagai "taruhan strategis" bagi masa depan perekonomian Indonesia.

Peluang: Mesin Ekonomi Baru

Jika dijalankan dengan tepat, kebijakan ini bisa menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional.

  1. Dorongan bagi UMKM dan Kredit Produktif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun