Sebuah puisi untuk Dia
Air matamu, seperti runtuhan hujan memukul doaku
Mengangkat desiran angin, mawar, dan kelabu-kelabu kemenangan
O, tanah gersang. Aku mendengarkan siulan matahari
indahnya tubuh melati
dalam keheningan dan bunga bakung
di bawah lembah yang kering
lembah di atas mimpi yang dipertahankan oleh beberapa malaikat
Memiliki rumput hijau, memberi makan cacing yang dibungkus ketandusan
Dia mempunyai tirai, lengkungan serta pelangi
Emas yang keluar dari kecemburuan
atau suatu tanda dari kilat yang terlipat
Hujan, hujan turun ke dasar
membuat pohon marah
mengalir dan hilang, burung-burung berenang di basah pipinya
tumpahan air matanya lepas, pucat dan hangat!
Sayangnya, dia memisahkan diri di jalan, berlalu dari setapak-setapak tanah di pinggir jalan kebun anggur
Dia mengayunkan tangan ke langit
mengibaskan cahaya, menjadi dingin dan hitam
Oleh pagi di bulan Juli
Dia menangis di bawah kolong meja, setelah lelaki atau orang-orang mengeruk perahunya di suatu tempat yang entah di manapun berada
Bahwa pipi terlalu lembab
baik yang kiri dan kanan, yang didempul maupun yang dibiarkan
Ketahuilah!
Setelah pria itu mengikatkan rantai sampai pada batas ini
Hujan di akhir Juli menjadi lumpur tergenang, di tanah tandus yang membakar klorofil untuk mempertahankan hidup, cintaku dan lain-lain