Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kritik Dirut PT LEN Industri soal Energi Terbarukan di Komisi VII DPR RI

5 Februari 2021   06:46 Diperbarui: 5 Februari 2021   07:05 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dirut PT LEN Industri (Persero) Bobby Rasyidin. (Foto: YouTube/Komisi VII DPR RI Channel)

Energi terbarukan (renewable energy) merupakan gambaran yang dapat menjelaskan bagaimana kita ke depannya akan lepas dari ketergantungan energi fosil. 

Renewable energy ini sering diasosiakan terhadap energi ramah lingkungan atau energi hijau.

Secara garis besar, kita berupaya mencegah perubahan iklim dengan menjaga suhu rata-rata global di bawah 2 persen. 

Kita yang saya maksud di sini adalah manusia dunia termasuk Indonesia yang sudah meratifikasi Persetujuan Paris ke dalam UU 16/2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim.

Setidaknya, Indonesia lebih baik dari Amerika Serikat semasa Presiden Donald Trump yang menarik diri dari Perjanjian Paris pada tahun lalu.

Berikut ini beberapa poin yang saya sadurkan dari UU 16/2016 membahas dampak perubahan iklim di masa depan:

1. Indonesia terletak di wilayah geografis yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Secara umum kenaikan suhu rata-rata di wilayah Indonesia diperkirakan sebesar 0,5 - 3,92 C pada tahun 2100 dari kondisi periode tahun 1981-2010.

2. Kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim diproyeksikan mencapai 35-40 cm pada tahun 2050 relatif terhadap nilai tahun 2000. Kenaikan muka air laut tersebut akan mencapai 175 cm pada tahun 2100 dengan memperhitungkan faktor pencairan es di kutub Utara dan Selatan.

3. Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim dilakukan di Kota Tarakan, Provinsi Sumatera Selatan, dan Malang Raya. Kota Tarakan mengalami kenaikan suhu sebesar 0,63 C sepanjang 25 tahun terakhir; Provinsi Sumatera Selatan mengalami kenaikan suhu sebesar 0,67 C; sedangkan Malang Raya mengalami kenaikan 0,69 C.

4. Persetujuan Paris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim.

Poin-poin di atas sudah memadai untuk mendeskripsikan secara umum tantangan yang harus dihadapi.

Selanjutnya, kita perlu melakukan tindakan nyata untuk mengimplementasikannya. 

Salah satu upaya yang sedang ditempuh sekarang adalah mengurangi konsumsi energi fosil minyak bumi, gas dan batubara yang berkontribusi besar terhadap emisi karbon dunia penyebab pemanasan global. 

Bauran energi memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 23 persen pada 2025 digarap.

Memang, ada banyak penelitian penanding atau pendukung dalam mengkaji perubahan iklim ini. 

Ada pro dan kontra, walau kontra tidak berarti menolak mentah-mentah energi hijau.

Membangun kesadaran bersama, kampanye energi hijau disemarakkan di media sosial. 

Dalam beberapa tahun terakhir, kita sering mendapati pesan-pesan tersirat dan terselip yang menyuarakan pentingnya energi hijau. 

Narasi itu terkadang disampaikan dengan cukup keras, terutama terhadap batu bara.

Para aktivis lingkungan kerap berhadapan dengan industri kawakan karena persoalan energi fosil ini.

Tidak jarang juga mereka bersinggungan dengan pemerintah karena kegiatan pertambangan ini berdampak terhadap kelestarian alam, lingkungan dan sosial masyarakat.

Terakhir, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggap tudingan penyebab banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) pada awal 2021 ini bukan disebabkan oleh aktivitas pertambangan, laporan Kontan.id.

Lazimnya dalam menguatkan teori, patahan harus ditemukan untuk menguatkan wacana ini. 

Kita yang pendukung energi hijau ini masih bergantung banyak terhadap energi listrik yang menyalakan TV, komputer dan mengisi ulang daya baterai gawai masing-masing. 

Padahal, pembangkit listrik Indonesia mayoritas berbahan batu bara untuk PLTU.

Maka, ini menjadi tantangan kepada semua pihak tanpa pandang bulu mengingat masing-masing pihak tentu terdorong niat baik dalam mendukung energi terbarukan. 

Meski demikian, penentu terbesar tetap berada di tangan pemerintah melalui regulasi yang saat ini tengah digodok yaitu RUU Energi Baru Terbarukan.

Perdebatan silang di antara ketiga pihak ini sudah menjadi gambaran umum.

Namun, apa jadinya jika argumen kritis mendukung energi terbarukan itu disampaikan direksi perusahaan terhadap perusahaan lainnya?

Peristiwa tersebut terjadi di Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dan Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik pada 1 Februari 2021.

Di sana duduk anggota Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik yang tergabung dalam konsorsium baterai Indonesia, dari PT Pertamina (Persero), MIND ID, PT Antam, dan PT PLN Persero beserta anggota Komisi VII DPR RI. 

Turut pula hadir PT LEN Industri (Persero), BPPT dan LIPI membahas pengembangan baterai kendaraan listrik.

Argumen kritis yang saya maksudkan tadi berasal dari Dirut PT LEN Industri (Persero) Bobby Rasyidin. Di gedung DPR dalam rapat terbuka yang dapat disaksikan publik. 

"Kalau kita melihat Perpres 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Naasional di mana target EBT 23 persen, kami melihat ada perlunya SPKLU dan SPBKLU menggunakan energinya hybrid dari power producer sendiri plus di-combine (digabungkan) dengan PLTS-nya."

"Jadi dengan demikian, jangan sampai kita tidak merusak lingkungan dengan baterai tapi kita merusak lingkungannya dengan energinya. Kami mengusulkan charging station itu menggunakan hybrid power producer," kata Bobby.

Pendapat Bobby tidak mengalamatkan pesannya terhadap satu etintas. Ia bukan direksi atau pengusaha pertama yang memikirkan kelestarian lingkungan ini, tetapi menjadi menarik ketika menyampaikannya secara terbuka dalam forum resmi.  

Sebagai informasi, PT LEN Industri (Persero) adalah BUMN yang bergerak di bidang elektronika untuk industri dan prasarana, namun mereka tidak tergabung dalam konsorsium pembangunan industri baterai Indonesia untuk kendaraan listrik.

Jika merujuk pada kepesertaan rapat, kritik tersebut bisa dialamatkan kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang mengembangkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).

Atau mungkin perlu dipikirkan Independent Power Producer (IPP) alias swasta.

Jadi, ini saling terkait bagaimana kelestarian lingkungan bisa berjalan selaras sesuai tujuan. 

Kendaraan listrik memang tidak mengeluarkan asap karbon, namun sumber untuk isi ulang baterai itu ternyata menggunakan energi fosil.

Bagaimana langkah PT LEN Industri setelah melontarkan pernyataan tersebut?

Mereka merasa yakin memiliki kemampuan kapasitas produksi. 

Mengutip paparan PT LEN Industri (Persero) dalam rapat tersebut, perusahaan ini mengatakan bisa menyatukan kompetensi PLTS dengan kompetensi charging station untuk solusi hybrid EV charging station.

Dalam urusan baterai listrik, Bobby mengatakan sejak 2018, PT LEN Industri memproduksi komponen battery pack BMS. Nilai TKDN di dalamnya diklaim di atas 40 persen. 

Ia menyebut BMS telah diuji di beberapa kendaraan listrik dan sampai saat ini memiliki performa cukup baik. 

Tantangan pengembangan baterai dan infrastruktur kendaraan listrik ini cukup lebar, menyangkut investasi, harga, regulasi, perpajakan, riset dan teknologi, dan kelestarian lingkungan itu sendiri. 

Karena itu, hitung-hitungan yang memadai perlu dipertimbangkan.

Mengutip paparan Proyeksi Perencanaan Ketenagalistrikan Melalui RUPTL 9 September 2020 diunggah dari laman web Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, terdapat poin yang menyebutkan, "Pengembangan pembangkit di sistem isolated (remote area) masih menggunakan pembangkit BBM, namun dalam pengembangan ke depannya dimungkinkan untuk melakukan diversifikasi energi menggunakan pembangkit EBT (PLTS, biomas, hybrid, dll) dan LNG selama nilai keekonomiannya layak."

Sementara tantangannya, "Pengembangan PLTS skala besar membutuhkan lahan yang sangat luas. Sifatnya yang intermittent akan mempengaruhi keandalan sistem. Selain itu, pengembangan PV rooftop yang masif akan menyebabkan perubahan profil demand."

Hitungan lainnya adalah, sebagaimana disebutkan sebelumnya PLTU masih mendominasi pembangkit. 

Mengutip Katadata.co.id, pada Juni 2020, pembangkit bertenaga batu bara telah menghasilkan 35.220 megawatt atau 50 persen dari total kapasitas listrik.

Pimpinan rapat Ramson Siagian dari Fraksi Gerindra mengambil gilirannya untuk berbicara. Ia mengatakan, Komisi VII DPR RI mendukung pengembangan kendaraan listrik ini untuk masa depan Indonesia.

"Agar kita juga bisa menghasilkan energi bersih karena kendaraan bermotor banyak mengkontribusikan emisi gas rumah kaca sehingga dengan men-switch dengan energi listrik, itu akan mengurangi sekitar 70 persen."

"Biarpun pembangkit masih 50 persen, 20-30 tahun mendatangkan menggunakan energi primer batu bara karena kita punya stok banyak energi primer batu bara."

"Di sini perlu seimbang kebijakan energi dan keamanan energi harus seimbang. Kenapa China punya kepentingan di laut Natuna itu soal keamanan energi, bukan soal mau ambil ikan. Waktu itu hanya mengetest bagaimana kita mampu menahan mereka di sana, yang datang adalah armada AS membuat keseimbangan. Begitu pentingnya keamanan energi."

Melihat strategisnya PT LEN Industri (Persero), Komisi VII DPR RI mendesak Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik untuk mengusulkan kepada Menteri BUMN Erick Thohir agar PT LEN Industri diikutsertakan ke dalam konsorsium BUMN pembangunan baterai kendaraan listrik. 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun