Mohon tunggu...
Efrem Siregar
Efrem Siregar Mohon Tunggu... Jurnalis - Tu es magique

Peminat topik internasional. Pengelola FP Paris Saint Germain Media Twitter: @efremsiregar

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Telaah Potensi Konflik Kepentingan Hakim MK setelah Terima Penghargaan Presiden Joko Widodo

20 November 2020   11:02 Diperbarui: 20 November 2020   11:09 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enam hakim MK menerima penghargaan Bintang Mahaputera dari Presiden. (Foto: Humas MK)

Bapak pendiri negara AS, Benjamin Franklin, sekali waktu mengatakan bahwa keadilan tidak akan terwujud sampai mereka yang tidak terpengaruh menjadi ikut marah bersama dengan mereka yang terpengaruh.

Keadilan mungkin menjadi bahasa yang jarang tersiar di telinga masyarakat selain dari urusan politik dan urusan praktis lainnya.

Rasa keadilan itu akan dibahas di tulisan dalam mengurai polemik penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera kepada 6 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diberikan Presiden Joko Widodo pada 11 November 2020 lalu.

Polemik timbul dengan kecurigaan terhadap kemungkinan terjadinya konflik kepentingan kepada para hakim dalam mengadili perkara UU yang digugat.

Untuk mendekatkan pemahaman ini, saya mengurai masalah dengan menjabarkan terlebih dahulu pretext dan text dari peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini.

Saya memilih term "konflik kepentingan" karena memang harus disadari bahwa peristiwa pemberian Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera meskipun dilakukan secara yuridis, di sisi lain, memiliki rentang waktu yang bersinggungan dengan penanganan perkara UU dan faktor manusiawi bahwa seseorang bukan makhluk sempurna yang mudah jatuh dalam kesalahan.

Analisis pretext pada umumnya digunakan untuk menyelidiki latar suatu sejarah, karya sastra atau diskursus pada periode tertentu. Pendekatan ini terbilang unik karena konflik kepentingan hakim MK sebenarnya masih berupa dugaan. Itu belum terjadi atau bahkan mungkin tidak akan terjadi.

Tetapi, saya memandang pretext harus diperkuat. Diskursus harus tetap dibuka untuk mengenali narasi-narasi yang mengemuka di ruang publik selama ini. Apa yang menjadi polemik saat ini diharapkan bisa berakhir dengan teks berkualitas untuk perjalanan demokrasi negara.

UU CIPTA KERJA

Publik telah menerima narasi besar dalam sebulan terakhir yang memperlihatkan kehadiran UU Cipta Kerja sebagai jalan bagi Indonesia menarik masuk investasi dan menambah banyak lapangan pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun