Maka penyesuaian terhadap kontrak PT AKM oleh PT CPM, merupakan bentuk pelaksanaan regulasi UU, dalam pengelolaan tambang emas di lingkar Poboya.
Mengingat selaku pemegang IUP, PT CPM harus taat pada regulasi. Konsekuensi dari adanya pelanggaran, maka pemilik IUP lah yang harus bertanggungjawab sebagaimana dalam pasal 125 UU Minerba.
Desakan Kebutuhan Ekonomi
Saat dikelola oleh PT AKM, Â perusahaan melibatkan banyak tenaga kerja, dari sekitar lingkar tambang Poboya. Geliat ekonomi lingkar tambang berupa pendapatan financial pun terjadi.
Geliat ekonomi bukan hanya dirasakan oleh tenaga kerja, lewat peningkatan kesejahteraan. Namun juga oleh masyarakat sekitar, lewat penyaluran dana CSR.
Kini pengelolaan berhenti, sehingga banyak tenaga kerja dirumahkan. Â Tidak ada lagi pemasukan financial, karena aktivitas penambangan (perendaman) terhenti. Begitupun penyaluran dana CSR ikut terhenti.
Walau dituding aktivitasnya bertentangan dengan regulasi, namun di sisi lain PT AKM dinilai telah melaksanakan amanat UU Minerba. Terkait pertambangan minerba yang memiliki peran penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak.
Serta mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana tertuang dalam pasal 108 UU Minerba. Kewajiban atas program tersebut, harusnya menjadi tanggungjawab PT CPM selaku pemegang IUP.
Soal adanya kontribusi PT AKM, diakui oleh pengurus Forum LPM Mantikulore Ikhlas SH. Dmana perusahaan tersebut menurutnya, tidak hanya membuka lapangan pekerjaan bagi warga lokal. Tetapi juga berkontribusi terhadap masyarakat sekitar, lewat penyaluran dana CSR.
Adanya tuntutan agar PT CPM mengembalikan format awal kerjasama dengan PT AKM, merupakan klimaks dari desakan kebutuhan ekonomi bagi masyarakat lingkar tambang. Dimana selama ini menggantungkan ekonomi dari aktivitas tersebut.
Adanya tuntunan mengelola perendaman emas, menjadi dilematis bagi PT CPM dalam memenuhi tuntutan tersebut. Bahkan kemungkinan besar sulit untuk dipenuhi. Mengingat regulasi yang harus ditaati.