Adanya berbagai kendala harus bisa ditangani oleh Pemprov Sulteng dengan berbagai terobosan  jika benar benar ingin mewujudkan Tol Laut di Sulteng. Tentu Pemprov Sulteng harus memiliki pemetaan tentang wilayah pertumbuhan ekonomi yang perlu digenjot lewat Tol Laut. Sehingga permintaan Gubernur tidak sekedar lisan, tapi konsepsi yang terdokumentasikan dan bisa disharing dengan Pemerintah Pusat lewat dukungan program.
Membangun Sinergi Lintas Stakeholder
Dengan potensi Kemaritiman yang sangat besar, maka keberadaan Tol Laut buat Sulteng tidak sekedar menjadi jembatan konektivitas antar wilayah, tapi juga dalam negeri dan internasional. Potensi ekonomi, sumber daya dan jasa kelautan di Sulteng sangat besar meliputi perikanan, wisata bahari, industri maritim, energi, dan sumber daya mineral, bangunan laut serta jasa kelautan.
Â
Karena itu peran Pemerintah Daerah untuk bersinergi dengan stakeholder terkait dalam mendorong terbangunnya infrastruktur di wilayah Kepulauan sangat diperlukan. Karena lambatnya pembangunan infrastruktur akan memicu mahalnya harga komoditas dan mengakibatkan perekonomian berjalan lambat.
Kementerian Perhubungan lewat Ditjen Perhubungan Laut pada tahun 2020 kemarin  menyiapkan program prioritas di beberapa wilayah di Indonesia, berupa penyelenggaraan angkutan kapal Rede sebanyak 20 unit, Pembangunan pelabuhan di 42 lokasi, serta penyelenggaraan angkutan tol laut sebanyak 21 trayek, perintis  113: trayek dan angkutan ternak  sebanyak 6 trayek.
Khusus untuk trayek angkutan ternak sendiri, pelabuhan Palu di Sulteng menjadi salah satu dari 10 pelabuhan singgah di Indonesia yang meliputi Pelabuhan Waingapu, Tanjung Priuk, Â Cirebon, Wini, Atapupu, Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin, Tarakan dan Palu. Adapun dua pelabuhan yakni Gorontalo dan Kupang ditetapkan menjadi pelabuhan pangkal. Â
Dengan realitas tersebut dipastikan pengiriman ternak dari wilayah Timur Sulteng ke luar daerah hanya bisa melalui dua cara. Yakni melalui pelabuhan pangkal di Gorontalo atau pelabuhan singgah di Palu. Karena tidak ada satupun pelabuhan di bagian Timur Sulteng yang masuk sebagai trayek pelabuhan singgahi ternak.
Jika harus melalui Palu maka mobilisasi melalui transportasi darat lebih dulu yang berkonsekuensi besarnya biaya pengiriman serta efisiensi waktu dan jarak. Makanya sudah tepat jika Gubernur Rusdi Mastura menyampaikan permintaan soal Tol Laut kepada Presiden. Karena kebijakan Tol Laut di daerah harus ditunjang dengan kapal yang akan bisa mengakomodir kebutuhan barang maupun komoditi serta penumpang antar wilayah.
Namun diakui pengadaan dan operasional kapal membutuhkan dana besar. Karena biaya kapal dapat didefinisikan sebagai banyaknya pengeluaran yang berkaitan dengan pengoperasian suatu kapal mulai dari harga pembangunan, operasional, penyusutan dan pemeliharaan kapal. Biaya operasional kapal adalah banyaknya pengeluaran baik pada sat berlayar maupun berlabuh. Demikian terungkap dalam Buku Realita dan Rekomendasi Pengelolaan Sampah di Daerah Kepulauan, Editor Handy Chandra
Maka kemitraan lintas stakeholder dalam  penyelenggaran Tol Laut sangat diperlukan. Karena ada empat elemen pendukung yang dapat membantu penyelenggaraan Tol laut yaitu kapal, pelabuhan, sistem logistik dan hubungan Lembaga. Intinya dalam program Tol Laut ada ekosistem dan stakeholder yang terlibat serta dampaknya terhadap perekonomian daerah.