Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah Kelam di Kuil Hantu

5 Maret 2021   00:01 Diperbarui: 5 Maret 2021   09:28 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Sepenggal Kisah Kelam di Kuil Hantu. (Effendy Wongso/Dok. Pribadi)

Malam menangkup di dusun kecil itu. Sebuah desa pesisir di Kabupaten Hainan, Shandong. Tidak banyak yang dapat disaksikan di daerah asal Wushu -- beladiri tradisional Tiongkok -- ini kecuali hamparan pasir putih dengan jajaran perahu nelayan, juga rumah-rumah serupa gubuk yang menggugus dari utara ke selatan.

Fanny Wong alias Wong Mei Fang menguap lebar. Keletihan masih menggayut di sepasang mata bolanya. Perjalanan jauh menuju desa ini memang melelahkan. Setelah melalui penerbangan dari Hongkong pagi-pagi sekali tadi, ia tiba di Shanghai untuk transit menunggu transportasi darat kereta api menuju Hainan. Tiba di kota kecil Hainan, ia meneruskan perjalanan dengan menumpangi sebuah bis umum tua ke dusun tanah kelahiran ayahnya ini.

Namun, segenap keletihan itu melayang atas sambutan hangat Nenek yang memeluknya erat, serta menciumi pipinya berkali-kali. Seperti tidak pernah bertemu seabad rasanya, wanita tua itu menitikkan airmata gembira. 

A Fang -- nama kecil Fanny -- cucunya, terakhir dilihatnya ketika masih jalan tiga. Kini bocah perempuan itu sudah menginjak remaja. Dia sudah menjelma menjadi gadis cantik. Ini sungguh anugerah dari langit untuknya!

Belasan tahun wanita tua itu memang tidak pernah bersua dengannya. Lebih memilih tinggal di daerah pedalaman bagian utara Tiongkok yang beralam keras. Rupanya lafaz hidupnya sudah mengirama di kampung ini, sehingga kegemerlapan kosmopolitan sangat babur di pandangannya. 

Ini mungkin prinsip hidup yang dicetuskannya dalam sikap keras kepala. Menolak kehendak tulus dari putra dan menantunya, Jeffry Wong alias Wong Tak Hua -- ayahnya serta Anastasia Tun alias Tun Ing Feng -- ibunya, untuk pindah beremigrasi ke Hongkong.

Sikap itu agaknya dimafhumi benar oleh Fanny. Makanya, kesempatan liburan sekolah tidak disia-siakannya. Rindu yang memendam sekian belas tahun mesti ditawarinya dengan berkunjung ke dusun ini. Bersilaturahmi dengan Nenek, wanita tua dari pihak ayah yang hanya diakrabinya via surat dan beberapa lembar foto yang sudah sephia.

Wanita tua itu tidak tinggal sendiri. Ada cucu dari pihak anaknya yang lain. Untunglah. Kesepiannya tergebah dengan hadirnya atmosfer riuh dari gadis belia yang baru menginjak usia enam belas itu.

***

"Selamat malam, Kak Fang!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun