"Tidak, Mbak. Mbak tidak bersalah apa-apa. Ersa yang salah...."
"Pura-pura...."
"Mbak...!"
"Apa lagi?!"
"Ersa minta restu, Mbak."
"Restu apa lagi yang kamu harapkan dari Mbak?! Kamu kan sudah merampok semuanya!" teriak Suci pongah.
Ersa sudah tidak tahan. Air matanya menitik deras. Dia berlari keluar kamar dengan hati perih. Puluhan, bahkan ratusan permintaan maaf yang tulus diucapkannya sama sekali tidak mampu meluluhkan kebekuan hati Suci. Suci membencinya, baginya, itu melebihi hukuman apa pun.
Namun, Ersa tidak pernah menyesali dilema cintanya. Mungkin suatu saat nanti Suci dapat memafhumi arti cinta yang sebenarnya, cinta yang tidak berlandaskan ego. Dan dapat memaafkannya, menerima hal itu dengan hati tabah.
Entah kapan.