Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal kembali mencuat di berbagai sektor industri, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja dan pengamat ekonomi. Kondisi ini diperparah dengan ketidakpastian global dan perubahan lanskap bisnis akibat digitalisasi. Apakah PHK massal adalah keniscayaan, atau adakah solusi alternatif yang dapat ditempuh?
Generasi Sandwich: Terjepit Antara Tanggung Jawab dan Ketidakpastian
Generasi sandwich, yang umumnya berusia antara 30-an hingga 50-an, kini menghadapi tekanan yang semakin besar. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk menghidupi keluarga inti, tetapi juga seringkali harus menanggung beban finansial orang tua yang memasuki usia senja.
Arnett (2000) dalam teorinya tentang emerging adulthood menjelaskan bahwa generasi ini seharusnya berada dalam fase produktif dan mapan secara finansial. Namun, menghadapi ancaman PHK dan ketidakpastian ekonomi, banyak dari mereka yang merasa terjebak dan kehilangan harapan.
Twenge (2006) menemukan bahwa generasi dewasa saat ini cenderung lebih rentan terhadap stres dan depresi akibat tekanan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Fenomena burnout di tempat kerja juga semakin umum terjadi, terutama di kalangan generasi sandwich yang bekerja keras untuk memenuhi berbagai tuntutan (Maslach et al., 2001).
Selain itu, generasi ini juga menghadapi tantangan disrupsi teknologi yang memaksa mereka untuk terus belajar dan beradaptasi agar tidak tertinggal. Namun, tidak semua memiliki kesempatan atau sumber daya untuk meningkatkan keterampilan mereka. Di tengah berbagai tantangan ekonomi dan sosial yang kompleks, muncul pertanyaan krusial: bagaimana generasi sandwich dapat bertahan dan bahkan berkembang di era ketidakpastian ini, ataukah PHK massal akan semakin memperburuk kondisi mereka?
Automasi: Antara Ancaman dan Peluang
Automasi dan digitalisasi, yang seharusnya meningkatkan efisiensi dan produktivitas, justru menjadi momok bagi sebagian pekerja. Brynjolfsson dan McAfee (2014) berpendapat bahwa kemajuan teknologi telah menciptakan skills-biased technological change, di mana keterampilan tertentu menjadi lebih berharga, sementara keterampilan lainnya menjadi usang.
Akibatnya, pekerja dengan keterampilan yang tidak relevan terancam kehilangan pekerjaan mereka. Frey dan Osborne (2013) memperkirakan bahwa hampir separuh dari pekerjaan di Amerika Serikat berisiko tinggi untuk diotomatisasi dalam beberapa dekade mendatang.
Namun, sebagian ahli berpendapat bahwa automasi juga dapat menciptakan peluang baru, seperti pekerjaan yang terkait dengan pengembangan, implementasi, dan pemeliharaan teknologi (Autor, 2015). Masalahnya, tidak semua pekerja memiliki akses ke pelatihan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan baru tersebut.