Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money

"Kutukan" Perpajakan dan 300 Juta US Dollar Utang Baru

27 November 2017   15:08 Diperbarui: 27 November 2017   15:34 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Nafsu besar tenaga kurang. Begitulah perumpamaan yang pas untuk Indonesia hari-hari ini. Hasrat membangun negeri dengan gegap-gempita dipaksa pupus karena ketidaan fulus. Penyebab utamanya, penerimaan negara jeblok.

Pajak yang menjadi penyumbang utama penerimaan negara sudah lama selalu meleset. Target-target yang dipatok, selalu tidak berhasil dicapai. Padahal, target-target itu biasanya sudah direvisi (baca; diturunkan) di APBN Perubahan (APBNP) menjadi lebih rendah ketimbang APBN. Tapi, begitulah yang terjadi. Kinerja Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan aparatnya memang di bawah banderol.

Bayang-bayang terjadinya kekurangan penerimaan pajak (shortfall)  makin kentara seiring mencuatnya fakta paling anyar. Hingga Oktober 2017, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp869,6 triliun. Ini artinya hanya 67,7% dari target APBNP 2017 yang Rp1.238,6 triliun. Mungkinkah Sri dan jajarannya mampu memenuhi target yang mereka tetapkan sendiri? Ingat, waktunya tinggal sebulan lebih sedikit dan kekurangannya masih Rp369 triliun.

Itukah sebabnya Sri seperti kalap? Dia berusaha mengais semua sumber pendapatan untuk mendongkrak penerimaan pajak. Sayangnya, perempuan mantan petinggi IMF dan Bank Dunia ini kelewat sibuk dan asyik merogoh kocek rakyat menengah-bawah. Sedangkan rakyat yang sudah kaya atau kelewat kaya justru nyaris tidak disentuhnya.

Sikap galak Sri juga jadi pupus kalau sudah berhadapan dengan asing. Padahal, dari sini justru potensi pendapatannya jauh lebih besar ketimbang mengurusi printal-printil alias recehan dari kantong rakyat. Freeport, misalnya, BPK menemukan potensi pelanggaran berupa kurang bayar mencapai Rp6,9 triliun. Begitu juga aneka pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan yang pasti jauh lebih bergizi ketimbang PNBP dari SPP anak sekolahan, biaya kesehatan, nikah-talak-cerai-rujuk, dan sebagainya.

Pajak di tangan Sri menjadi semacam 'kutukan'. Dikutak-katik seperti apa pun, tetap saja jeblok. Jurang antara pendapatan dan belanja negara kian lebar. Defisit makin besar. Angkanya sudah mendekati batas maksimum yang diizinkan UU, yaitu 3%. Itulah sebabnya ada wacana mengubah UU agar defisit  anggaran bisa diperbesar hingga lebih dari 3%.

Katanya hebat...?

Kembali ke soal 'kutukan' penerimaan pajak, sejatinya ini benar-benar mengherankan. Bagaimana mungkin mantan petinggi dua lembaga keuangan internasional, gagap dalam mengemban tugasnya selaku Bendahara Negara? Katanya dia ekonom hebat? Bukankah perempuan ini juga yang beberapa waktu lalu kebanjiran penghargaan dari pasar sebagai Menkeu terbaik Asia?

Moncernya sang jagoan ternyata cuma karena polesan media mainstream yang berkolaborasi dengan kepentingan pasar. Buktinya, pajak tetap saja terpuruk. Padahal dia juga sudah menggandeng Bank Dunia, almamater sekaligus kiblatnya dalam mengurus ekonomi Indonesia. Bukan cuma sosok dan nasehatnya, lembaga ini juga kembali mengucurkan pinjaman senilai US$300 juta untuk mereformasi fiskal Indonesia, awal November silam. Katanya, duit itu untuk membantu meningkatkan kualitas belanja pemerintah, administrasi pendapatan, dan kebijakan perpajakan.

Khusus di bidang perpajakan, bantuan tadi dimaksudkan agar sistem perpajakan bisa lebih efisien dan adil. Bank Dunia menilai selama ini sebagian rancangan kebijakan pajak kita kurang optimal. Akibatnya, basis pajak terbatas dan sulit dalam pengelolaannya.

Asal tahu saja, pinjaman untuk mereformasi perpajakan ini bukan kali pertama. Sebelumnya, reformasi perpajakan jilid satu dimulai pada 2002 dan berakhir tahun 2008. Tidak jelas betul berapa anggaran yang digelontorkan untuk proyek ini. Tapi sangat mungkin nilainya puluhan bahkan ratusan juta dolar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun